Waspadai Hujan Disertai Petir Pada Musim Pancaroba
Mengenal Indonesia Lewat Indonesia @30 Menit
Bersamaan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nusantara (Bakosurtanal) hari ini meluncurkan situs web Indonesia @ 30 Menit. Situs ini menampilkan wajah dan wilayah Indonesia pada posisi koordinat kelipatan 30 menit atau setengah derajat mulai dari ujung barat hingga timur dan dari ujung selatan sampai utara dalam bentuk foto.
Kepala Bakosurtanal R.W. Matindas mengatakan, tidak semua warga Indonesia punya kesempatan untuk mengunjungi dan mengenal secara langsung mengingat wilayah Indonesia yang begitu luas. “Karena itu lewat situs web Indonesia@30 Menit ini diharapkan orang Indonesia dapat menikmati serta mengenal berbagai wilayah Indonesia. Lebih lanjut diharapkan bisa melahirkan rasa kecintaan terhadap tanah air, kesatuan, kebanggaan dan nasionalisme,” terang Matindas saat peluncuran di Jakarta.
Diterangkan Matindas, koordinat 30 menit ini bila dikonversikan dalam jarak sama dengan 54 kilometer (1 detik =30 menit). Wilayah Indonesia berada di posisi horisontal 92 bujur derajat Bujur Timur hingga 153 Bujur Timur. Sedangkan pada posisi vertikal berada pada 9 derajat Lintang Selatan hingga 10 derajat Lintang Utara. Dengan demikian terdapat 123 titik koordinat 30 menit.
Koordinator program Indonesia@30 Menit Lestari Munajati mengatakan, situs web ini bersifat terbuka untuk umum. “Siapa pun dapat mengunggah foto ke situs web Indonesia@30 Menit, setelah melakukan registrasi terlebih dulu,” terangnya. Selain memasukkan foto, pengirim juga diminta untuk menulis deskripsi tentang data geografi lokasi objek foto.
Menurutnya, dari 123 titik koordinat 30 menit, saat ini yang sudah diisi sekitar 20 titik. Untuk itu ia mengajak semua warga Indonesia untuk berpartisipasi mengisi situs web Indonesia@30 Menit agar ke-123 titik dapat cepat terisi. “Jadi, mulai sekarang jika tengah bepergian jangan lupa memotret objek-objek menarik di tempat yang dikunjungi dan mengunggahnya di situs web Indonesia@30 Menit,” katanya. (dra)
Kapal PT PAL Ditawarkan ke Timor Leste
JAKARTA (SI) – Indonesia menawarkan kapal perang produksi PT PAL Surabaya untuk memperkuat Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Timor Leste.
Penawaran tersebut diungkapkan Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso kepada Panglima AB Timor Leste Mayjen Taur Matan Ruak di Mabes TNI Cilangkap, Rabu (26/5) lalu. “Panglima meminta Timor Leste mempertimbangkan pengadaan alat utama sistem persenjataan khususnya kapal perang dari produksi PT PAL Indonesia” ujar Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Aslizar Tanjung dalam siaran persnya kepada harian Seputar Indonesia kemarin.
Dalam pertemuan tersebut juga dibahas mengenai rencana kerja sama di bidang pendidikan khususnya Akademi Militer, Sekolah Staf dan Kamando Angkatan/TNI, Lemhanas dan Universitas Pertahanan (UNHAN). (pasti liberti)
• Sindo
RI - AS Perkuat Kerjasama Riset Kelautan
Indonesia dan Amerika memiliki sejarah hubungan politis dan kerjasama bilateral yang baik hingga saat ini. Kerjasama Indonesia – AS diantaranya meliputi perdagangan, penelitian dan riset serta juga bantuan kemanusiaan. Ketika pada tahun 2004 terjadi tsunami besar di Aceh, Amerika merupakan negara pertama yang datang dan memberikan bantuan.
Sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Barrack Obama menjabat menjadi presiden di negara masing-masing, hubungan kedua negara semakin erat. Kerjasama-kerjasama terutama di penelitian dan riset semakin diintensifkan, setelah ditandatanganinya Perjanjian Kerjasama Iptek Indonesia – AS akhir Maret lalu.
Salah satu realisasi dari perjanjian tersebut adalah kegiatan riset kelautan dan kehidupan bawah laut yang akan dilaksanakan Juni mendatang oleh Kapal Riset Okeanos milik Amerika dan Kapal Riset Baruna Jaya IV, milik BPPT.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra), Agung Laksono dalam sambutannya pada acara tatap muka dengan nelayan sekaligus kunjungan Menteri Perdagangan AS, Gary Locke ke Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zahman, Muara Baru. Kunjungan yang berlangsung pada Rabu, 26 Mei 2010 ini merupakan salah satu dari rangkaian kunjungan Gary Locke di Indonesia.
Pada kunjungan ini, Gary Locke yang didampingi oleh Menkokesra, Agung Laksono, Menteri Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata dan Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Cameron Hume berkesempatan melakukan diskusi dengan para nelayan di Muara Baru dengan dipandu oleh Blane Olson dari Anova Seafood. Diskusi terkait dengan metode penangkapan ikan tuna oleh para nelayan Indonesia.
Dalam sambutannya, Gary menyampaikan bahwa sebelum menjabat sebagai Menteri Perdagangan, dirinya adalah Gubernur Negara Bagian Washington yang sebagian besar perekonomiannya bergantung kepada perikanan. “Masyarakat Washington sangat menyukai ikan, terutama tuna dan tuna yang dijual di supermarket di sana berasal dari Indonesia”, ujar Gary.
Namun demikian, Gary mengingatkan agar penangkapan ikan dilakukan secara aman dan ramah lingkungan serta tidak dilakukan secara berlebihan agar memastikan keberlanjutan spesies ikan. Karena penangkapan ikan berlebihan akan memberikan dampak buruk bagi ekonomi secara umum dan kehidupan para nelayan.
Gary turut menyampaikan bahwa Indonesia dan AS telah banyak melakukan riset bersama, terutamanya di bidang kelautan. Kerjasama Tsunami Early Warning System merupakan salah satunya. Kerjasama yang akan dilaksanakan selanjutnya adalah kerjasama riset kelautan di Laut Pasifik, yang merupakan sumber makanan laut bagi banyak negara.
Gary mengungkapkan bahwa Amerika sangat beruntung karena dapat bekerjasama dengan para ilmuwan Indonesia untuk mengetahui kehidupan bawah laut di Laut Pasifik yang berada di wilayah Indonesia.” Karana daerah Laut Pasifik di wilayah Indonesia banyak yang belum tereksplorasi”, ujar Gary. Diharapkan hasil riset ini akan menjadi dasar pembuatan kebijakan pemerintah terkait penangkapan ikan.
Pada acara ini turut ditandatangani “Implementing Agreement” mengenai eksplorasi bawah laut antara Kepala Badan Riset Kelautan, Gellwynn Jusuf dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Cameron Hume. Penandatanganan disaksikan oleh Gary Locke, Menkokesra, Agung Laksono dan Menristek, Suharna Surapranata. (ss/mha/humasristek)
• RistekLapan Siapkan Lokasi di Pulau Enggano
Jakarta, Kompas -
Kepala Lapan Adi Sadewo Salatun hari Selasa (25/5) mengatakan, pemindahan itu juga dilatarbelakangi kondisi sekitar lokasi peluncuran yang lama yang berada di daerah Pamengpeuk, Provinsi Jawa Barat. Pamengpeuk kini telah padat menjadi daerah permukiman.
”Pemindahan itu berkaitan dengan rencana Lapan untuk meluncurkan satelit yang berukuran lebih besar, yang memerlukan zona aman atau bebas yang lebih luas,” kata Adi.
Pulau Enggano yang terletak di selatan perairan Provinsi Bengkulu relatif lebih aman karena di arah selatan menghadap perairan bebas. Namun, Adi juga melihat ada faktor yang kurang menguntungkan di pulau itu, yaitu aktivitas kegempaan di pulau kecil itu tergolong tinggi.
Karena itu, peluncuran roket akan menggunakan kendaraan peluncur roket atau satelit (satellite launch vehicle/SLV).
”Pembuatan roket akan dilakukan di Pusat Pembuatan Roket di Pulau Jawa,” kata Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lapan Bambang Tedjasukmana. Untuk transportasi SLV dan roket itu Lapan akan bekerja sama dengan mitra terkait yang memiliki sarana kapal memadai.
Adi mengharapkan, lokasi peluncuran roket dari pulau tersebut sudah dapat terlaksana tahun depan. Rencananya, akan diluncurkan roket eksperimen berdiameter 550 mm. Akhir tahun ini direncanakan RX-550 akan menjalani uji statik.
Untuk mengarah pada peluncuran roket berkapasitas menengah itu, lanjut Bambang, akan dilakukan peremajaan prasarana yang ada, antara lain, yaitu mesin pembuat bahan bakar roket. Selama ini yang dilakukan hanya sebatas memodifikasi peralatan yang telah usang.
Menurut Adi, proses pembuatan bahan bakar roket atau propelan merupakan kunci yang menentukan unjuk kerja roket ketika diluncurkan, terutama terhadap daya dorongnya.
Terkait dengan peluncuran roket tersebut, lanjut Adi, Lapan mengalokasikan sebagian besar dana untuk pembangunan fasilitas peroketan dan sisanya untuk mempersiapkan peluncuran satelit kembar Lapan A-2 dan Lapan A-3 yang menggunakan roket Indian Space Research Organization (ISRO) dari India. Peluncuran akan dilakukan tahun depan.
• Kompas
Petani Penggarap Lahan Sekitar Puspiptek Melek Iptek
Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas dan memiliki lahan yang subur. Hal tersebut menjadikan negara ini memiliki potensi besar untuk ditanami dengan berbagai jenis tumbuhan konsumsi maupun produksi. Salah satu tumbuhan konsumsi yang merupakan sumber utama pangan di Indonesia adalah padi.
Padi sebagai tanaman penghasil beras merupakan sumber utama pangan masyarakat Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 230 juta jiwa, kebutuhan akan beras semakin meningkat. Namun demikian, kebanyakan petani padi di Indonesia masih sering mengalami gagal panen dikarenakan berbagai faktor, misalnya pengelolaan lahan dan cara pemupukan.
Merespon terhadap situasi tersebut, Puspiptek sebagai Pusat sarana penelitian dan pengembangan (litbang) terunggul di Indonesia mengadakan Seminar Teknologi Pertanian. Seminar diadakan bersamaan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional dan Hari Hijau Sedunia pada tanggal 20-21 Mei 2010 di Gedung Graha Widya Bhakti.
Materi pertama disampaikan oleh Bambang Sukmadi dari Balai Pengkajian Bioteknologi - BPPT dengan tema “Teknologi Produksi Pupuk Granul dan Aplikasinya Pada Tanaman Pangan”, dilanjutkan dengan materi “Wawasan Kebangsaan” oleh Agus Supriyanto dari Koramil Gunung Sindur, materi “Pola Tanam Sistim Organik disampaikan oleh Haryanto Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi-Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR-BATAN), serta materi “Padi Unggul Varietas Mira-1 dan Bestari” oleh Mugiono PATIR-BATAN.
Pengelolaan lahan merupakan salah satu hal penting yang memastikan keberhasilan budidaya tanaman. Menurut Haryanto, peneliti dari PATIR-BATAN, lahan di Indonesia terbagi kepada beberapa jenis yaitu lahan sawah dan lahan kering. Tiap jenis lahan memiliki cara penanganan yang berbeda dan jenis tumbuhan yang dapat ditanam pun berbeda.
“Misal, pada lahan sawah atau tergenang, jenis tumbuhan yang cocok adalah tumbuhan padi. Sedangkan, untuk jenis tumbuhan palawija dapat ditanam di lahan kering. Namun demikian, sebagian besar lahan kering di Indonesia tergolong lahan marjinal, yang masih membutuhkan penanganan lanjut sebelum dapat ditanami”, ujar Haryanto.
Dalam pemaparannya yang berjudul “Pola Tanam Sistim Organik”, Haryanto juga turut menjelaskan menganai pertanian organik. Menurutnya ada 4 hal yang harus dilakukan untuk melaksanakan pertanian organik, yaitu (1) pemanfaatan pupuk organik, (2) meningkatkan bahan organik tanah, (3) meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, dan (4) pemanfaatan pestisida organik, baik dari sumber nabati maupun hewani.
Selain itu, disampaikan pula pemaparan mengenai “Padi Unggul Varietas Mira-1 dan Bestari” oleh Mugiono yang juga sebagai peneliti senior dari PATIR-BATAN. Menurut Mugiono, penggunaan bibit varietas padi unggul merupakan salah satu cara untuk mencapai ketahanan pangan nasional.
Oleh karena itu, BATAN sebagai instansi pemerintah yang melakukan riset dengan tenaga nuklir turut memanfaatkan tenaga nuklir untuk aplikasi di bidang pertanian, misalnya menciptakan varietas padi unggul jenis MIRA-1 dan Bestari. Varietas MIRA-1 dan Bestari dihasilkan dari penyinaran sinar Gamma terhadap benih.
“Benih hasil penyinaran, baik MIRA-1 dan Bestari, memiliki beberapa keunggulan dibanding benih biasa. Misalnya, kapasitas produksi yang lebih tinggi, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta jangka masa tanam dan panen yang lebih pendek”, papar Mugiono.
Selain penyampaian materi, turut diadakan praktek penanaman padi oleh PATIR-BATAN pada 21 Mei 2010 dan terangkai dengan acara seminar, diserahkan benih padi bestari khusus untuk para petani penggarap lahan sekitar Puspiptek setelah praktek penanaman padi.
• technologyindonesia
Indonesia, Negara Pertama Target AS Kerjasama Bidang Iptek
Selama di Indonesia, Prof. Dr. Bruce Alberts akan melakukan kunjungan ke berbagai lembaga penelitian. Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (LIPI) menjadi institusi pertama yang didatanginya.
Pertemuan Bruce Alberts dengan kalangan peneliti diselenggarakan dalam sesi Roundtable Discussion yang dipimpin langsung Ketua LIPI Prof Umar Jenie di Cibinong Science Cente, Selasa (11/5).
Beberapa masalah dibahas, diantaranya kerjasama penelitian serta peneliti muda Indonesia dan Amerika Serikat. “Kami ingin mengumpulkan peneliti muda yang berumur kurang dari 40-45 tahun untuk kerjasama penelitian antara Indonesia dan US,” ujar Bruce Albert, didampingi Jason Rao, Senior Policy Advisor Office of Science and Technology US. Namun, lanjut dia, kerjasama penelitian harus didukung dengan kemudahan peneliti Amerika Serikat untuk mendapatkan izin penelitian di Indonesia.
Masalah lain yang dibahas mengenai rekayasa genetika untuk pangan. Bruce menilai hal itu dapat memenuhi kebutuhan pangan di negara-negara berkembang.
Bruce Albert juga menyampaikan, pihaknya akan membantu menjembatani penyerapan hasil-hasil teknologi Indonesia pada industri di luar negeri.
Ketua LIPI Prof. Dr Umar Jenie mengatakan kedatangan Bruce Albert sebagai langkah lanjut setelah penandatanganan New Science and Technology Agreement antara Indonesia dan Amerika Serikat, Maret 2010. “Perjanjian tersebut merupakan payung kerjasama dan berlaku hingga 5 tahun dan diperpanjang hingga 5 tahun berikutnya, yang meliputi sejumlah bidang iptek,” ujarnya.
Dalam hal ini, lanjut Umar, LIPI akan mempriotaskan beberapa bidang, diantaranya biodiversity, geologi, kelautan, nano teknologi dan lain sebagainya.
Umar menambahkan, dalam kerjasama antara Indonesia dan AS juga sudah disepakati mengenai MTA (Material Transfer Agrrement). Sedangkan, mengenai rekayasa genetika bidang pangan, lanjut dia, saat ini LIPI sudah menghasilkan beberapa penemuan skala laboratorium.” Namun, untuk penelitian skala lebih luas, belum ada keputusan mengenai keamanan hayati dari Kementerian Lingkungan Hidup,” ujarnya.
Mengenai izin peneliti asing di Indonesia, Teguh Rahardjo, Deputi Bidang Riptek Kementerian Riset dan Teknologi menjawab selama ini KRT selalu mendukung penelitian yang dilakukan peneliti asing di Indonesia. “Terpenting akan kerangka kerjasama yang jelas,” katanya.
Teguh menambahkan, rata-rata sekitar 80 peneliti AS pertahun mendapatkan izin melakukan penelitian di Indonesia. “Jumlah tersebut dari sekitar 400 permohonan per tahun. Sementara, peneliti Indonesia masih kesulitan mendapatkan izin penelitian di AS. Namun, untuk tugas belajar tercatat sekitar 7000 orang Indonesia di sana,” ujarnya. (Lea)
• technologyindonesia
Indonesia-Tiongkok Kerja Sama Alih Teknologi dan Ilmu Kemiliteran
JAKARTA - Hubungan Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok bakal tambah harmonis. Kemarin (21/5) militer dua negara tersebut sepakat menjalin kerja sama alih teknologi dan ilmu kemiliteran.
"Kita menawarkan adanya joint production peralatan senjata. Misalnya, kita tawarkan membuat rudal bersama," ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro setelah bertemu dengan Wakil Ketua Komisi Militer Tiongkok Jenderal Guo Boxiong di Jakarta kemarin.
Kedatangan orang nomor dua di jajaran militer Tiongkok itu disambut dengan penghormatan militer. Jenderal Guo didampingi Duta Besar Tiongkok Zhang Qi Yue dan sejumlah perwira tinggi militer Tiongkok. "Mereka memiliki teknologi militer yang luar biasa. Kita berharap bisa belajar dan berbagi pengalaman," katanya.
Dalam pertemuan tersebut, Jenderal Guo mengatakan, negaranya berencana membuat rudal C-705 untuk pertahanan udara dan laut. Peluru kendali tersebut merupakan pengembangan dari rudal C-802 yang telah digunakan kapal-kapal perang milik TNI Angkatan Laut. "Akan sangat bagus jika rudal tersebut bisa dibuat bersama oleh teknisi Indonesia," katanya.
Indonesia juga menawari militer Negeri Tirai Bambu itu peralatan pendukung non-alutsista. Misalnya, kain seragam, kopel, sepatu, dan baret. "Tentara Tiongkok punya 2,5 juta anggota. Kalau seluruh seragamnya kita yang membuat, itu potensi ekonomi yang sangat besar," terang mantan menteri ESDM tersebut.
Dua pejabat itu juga sepakat untuk mengadakan pelatihan bagi perwira-perwira militer Indonesia. Pelatihan tersebut berbentuk sekolah komando, penanggulangan pembajakan di laut, search and rescue (SAR), serta program master dan doktoral di bidang ilmu pertahanan.
Jenderal Guo juga menyambut proposal Kementerian Pertahanan untuk melanjutkan pelatihan pilot-pilot pesawat Sukhoi di Beijing. Sejak tahun lalu, TNI-AU memang mengirim 10 perwira untuk melakukan simulasi penerbangan dengan Sukhoi. Tiongkok adalah pemakai pesawat Sukhoi terbesar setelah Rusia. (rdl/c6/noe)
• Jawapos
Siswa SMKN 29 Jakarta Bisa Buat Pesawat
Sekolah yang semula didirikan di ruang hangar Pesawat Udara Kemayoran Jakarta pada bulan Agustus 1954, dikenal dengan STM Penerbangan, dipindahkan lokasinya ke Jln Prof Joko Sutono SH No.1 Kebayoran Baru sejak tahun 1958 di atas luas tanah 20980 m2. Sekolah ini merupakan satu-satunya SMK Negeri Kelompok Teknologi Industri Udara yang berada di Wilayah Segitiga Emas Jakarta Selatan, dengan spesialisasi Teknologi Pesawat Udara satu-satunya di DKI Jakarta dan memiliki potensi dan peluang yang sangat besar untuk ditingkatkan dan dikembangkan.
Ini dibuktikan dalam kegiatan Lomba Kompetensi Sekolah (LKS) tingkat Nasional ke XVIII yang diadakan di Arena PRJ Kemayoran. Para siswa SMKN ini menampilkan hasil rakit pesawat dengan panjang sekitar 3,5 meter dan lebar badan 1,5 meter sedangkan sayap 1 meter. Kapasitasnya hanya dua tempat duduk. Pesawat yang diberi nama JABIRU itu cukup menarik perhatian pengunjung LKS di dalam Hall D PRJ tersebut.
Menurut Leo Burju, Taruna tingkat III yang ikut dalam LKS kali ini, sebenarnya sudah sejak 2003 lalu sekolah mereka mampu merakit pesawat. “Untuk merakit satu pesawat seperti ini, kami mengerjakannya selama 3-5 bulan dan biasanya keroyokan sampai 10 siswa. Ini sebagai upaya kami yang benar-benar mempelajari dan menerapkan prakteknya secara bersama,” katanya.
Nama Jabiru sendiri, menurutnya, diambil dari nama pabrikan Australia yang menyuplai bahan pesawat. Sekolah tersebut memang menjalin kerja sama dengan pabrikan tersebut. Bahan-bahan berupa kerangka yang terpisah-pisah itu kemudian dirakit para siswa. Satu tim perakit terdiri atas sepuluh siswa yang dipimpin seorang instruktur. Mereka merakit mulai bodi pesawat, sayap, mesin, roda, sampai instrumen. Perakitan dimulai dengan memasang engine dan bodi pesawat.
Tahap kedua memasang instrumen atau penunjuk pilot di kokpit. Setelah itu, dilanjutkan pemasangan alat kemudi terbang (flight control). Setelah tahap ketiga selesai, pekerjaan dilanjutkan dengan pemasangan sayap, roda (landing gear), dan penyangga pesawat. “Termasuk, memasang baling-baling,” papar Leo.
Setelah pekerjaan itu selesai, baru dipasang kursi pesawat, diikuti memfungsikan saluran bahan bakar. Termasuk, memasang avionic atau listrik pesawat. Perakitan ditutup dengan mengecat bodi pesawat. Setelah pesawat jadi, mulai dilakukan uji coba. Jabiru pertama diuji coba pada 2004 di lapangan terbang Pondok Cabe. Jabiru juga sering dipakai atlet Federasi Aero Sport Indonesia.
Dengan kemampuan itu, menurut salah satu guru yang mewakili SMKN 29 pada LKS tersebut, Budi Ramelan, para siswanya punya peluang besar bekerja di industri pesawat. Tidak sedikit lulusan sekolah itu yang langsung direkrut perusahaan penerbangan. Sekolah sendiri, meski saat ini belum ada pesanan dari kalangan industri, sudah mendapat order perorangan terkait perakitan pesawat. “Kami lihat prospeknya amat bagus. Dengan demikian, lulusan jurusan ini nanti semakin dibutuhkan,” kata Budi.
(dieni/sir)
• Poskota
Mewujudkan Jaringan Riset Iptek melalui Harapan Bupati Bangka Selatan
Seiring dengan adanya perubahan struktur organisasi sebagai amanah UU No 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek, Kementerian Riset dan Teknologi perlu membangun dan memperkuat jaringan antara lembaga penyedia iptek dan lembaga regulator. Dalam kesempatan ini Asisten Deputi Urusan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan Deputi Bidang Perkembangan Riset Iptek, yang diwakili oleh dua Kabid dan satu staf, telah melakukan kunjungan ke provinsi Bangka Belitung. Dalam Kunjungan tersebut dilakukan diskusi dengan Bappeda Provinsi Bangka Belitung, Universitas Bangka Belitung, Bupati Bangka Selatan dan Bappeda Kabupaten Bangka Selatan.
Diskusi dengan Bappeda Provinsi Bangka Belitung yang dihadiri oleh Kepala Bidang Pengendalian, Penelitian dan Statistik dan Kepala Bidang Sosial dan Ekonomi serta beberapa staf mendiskusikan tentang koordinasi dan kerja sama antara Bappeda dan Lembaga-lembaga Penyedia Iptek. Melalui hasil forum diskusi pada tanggal 10-11 Mei 2010 di lembaga Penelitian Universitas Bangka Belitung dan Bapeda Propinsi serta kunjungan ke Bapeda Bangka Belitung dapat digambarkan belum terjalinnya dengan baik antara lembaga penyedia iptek dan lembaga regulator. Hal ini secara terus terang dikatakan oleh kedua belah pihak.
Bangka Selatan yang tahun lalu menerima Augerah Pengembangan Program Iptek dari Kementerian Riset dan Teknologi mempunyai potensi sumber daya alam yang cukup besar seperti sektor perikanan (kerapu, lele dan udang), pertanian (lada) dan pertambangan (timah, granit, pasir kuarsa, kaolin, bijih besi, limenit dan monasit) belum dikelola secara maksimal dengan sentuhan iptek. Dengan meningkatnya komunikasi, koordinasi dan sinkronisasi antara lembaga regulator dalam hal ini Bappeda dan Lembaga Penelitian di Perguruan Tinggi, diharapkan ke depan kedua lembaga tersebut dapat saling membantu dan saling bekerja sama.
Bupati Bangka Selatan, Justiar Noer pada waktu berdialog dengan staf Kementerian Riset dan Teknologi, Tati Manurung dan Suyatno, Kabid Ilmu-Ilmu Sosial dan Kemanusiaan, mengatakan akan membangun center of research untuk teknologi perikanan di salah satu pulau di wilayah Bangka Selatan. Selain itu akan membangun kampus perguruan tinggi seluas 5000 hektar. Oleh karena itu Bupati sangat berterima kasih atas kunjungan ini, dan dukungan Kementerian Riset dan Teknologi sangat diharapkan dalam mewujudkan rencana ini. (THM/ humasristek)
Biogas dari Limbah Tahu
Proyek percontohan ini terdiri dari tiga kegiatan. Salah satunya adalah membuat unit percontohan instalasi pengolahan limbah (IPAL) cair industri kecil tahu. Kedua kegiatan lainnnya adalah perbaikan proses produksi dan efisiensi energi melalui pelatihan, pendampingan dan implementasi serta kajian sosial, ekonomi, kebijakan pada klaster industri kecil
Mengapa industri tahu? Asisten Deputi Analisis Kebutuhan Iptek pada Deputi Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek Kementerian Ristek Eddy Prihantoro mengatakan, industri tahu merupakan ternyata salah satu industri penyumbang emisi yang signifikan.
Jumlah industri tahu di Indonesia mencapai 84.000 unit usaha. Dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun, industri tahu ini memproduksi limbah cair sebanyak 20 juta meter kubik per tahun dan menghasilkan emisi sekitar 1 juta ton CO2 ekivalen. Sebanyak 80 persen industri tahu berada di Pulau Jawa. Dengan demikian emisi yang dikeluarkan pabrik tahu di Jawa mencapai 0,8 juta ton CO2 ekivalen.
Unit pengolahan limbah cair tahu yang dikembangkan dan dipasang di Desa Kalisari dan Dusun Ciroyom menggunakan model Fixed Bed Reactor dan dibangun dengan sistem anerobik. Pertimbangannya, sistem ini tidak memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi.
Keuntungan lain dari sistem ini adalah dalam prosesnya menghasilkan energi dalam bentuk biogas dan ampas dan air untuk makanan ikan dan ternak lain. Selain itu, prosesnya lebih stabil dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit.
Unit pengolah limbah cair tahu ini terdiri dari unit utama yang disebut digester, jaringan pipa pengumpul limbah, penampung gas, trickling filter, jaringan sisa limbah hasil olahan, kolam penampung air hasil proses.
Unit utama atau reaktor yang dipasang di Desa Kalisari memiliki volume sebesar 21 meter kubik atau setara dengan 1.200 kg kedelai/hari (untuk 20 pengrajin tahu), sementara di Dusun Ciroyom sebesar 5 meter kubik atau setara dengan 300 kg kedelai/hari (untuk lima pengrajin tahu).
Limbah cair tahu masih mengandung bahan-bahan organik yang mengandung nutrisi yang cukup baik untuk pertumbuhan bakteri metanogenik. Adanya bakteri metanogenik di dalam reaktor dapat menyebabkan terjadinya proses metanogenesis yang dapat menghasilkan gas metana. Gas metana yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif sehingga dapat mengurangi dampak pemanasan global.
Menernakan mikroba anaerob yang dapat menyebabkan terjadinya proses metanogenesis dan mendegerasi COD, TSS adalah langkah awal dalam membangun bioreaktor. Untuk itu, reaktor terlebih dulu diisi oleh kotoran sapi untuk memperbanyak bakteri atau mikroba anaerob. Selain itu reaktor juga diisi oleh potongan bambu sepanjang 5-10 cm, sebagai ‘rumah’ bagi mikroba. Proses ini dilakukan selama dua hingga tiga bulan.
Langkah awal itu menjadi penentu keberhasilan IPAL di Desa Kalisari dan Dusun Ciroyom. Kedua IPAL ini mampu mendegenerasi nilai COD hingga 85 persen sehingga air hasil olahan dapat menjadi pakan ikan dan ternak lain. Selain itu dengan mengolah limbah cair sebanyak 5 meterkubik per hari, IPAL juga menghasilkan gas metan yang dapat digunakan untuk keperluan memasak 21 rumahtangga per hari.
Untuk menggunakan biogas hasil olahan limbah cair tahu, tak perlu kompor khusus. Cukup menggunakan kompor yang ada di pasaran dengan sedikit modifikasi, yakni mencabut spuyer, kompoenen yang berfungsi mengatur tekanan gas. Hal ini karena gas metan sudah bertekanan rendah, tak seperti LPG yang bertekanan tinggi.
Untuk mengelola biogas tersebut, para pengrajin tahu membentuk kelompok. Kelompok inilah yang mengelola dan memelihara unit IPAL. Para anggota yang menikmati biogas memberikan iuran Rp10.000 per bulan untuk biaya perawatan IPAL. Dengan menggunakan biogas tersebut, para pengrajin tahu dapat melakukan berhemat biaya bahan bakar. Menurut Kamilah, salah seorang pengajin tahu, sebelum memakai biogas, ia biasa menggunakan kayu bakar seharga Rp400 ribu (sebanyak satu truk kecil) untuk keperluan produksi tahu dan memasak selama 6 hari, setelah menggunakan biogas, kayu bakar bisa digunakan hingga 8 hari.
Selain membuat unit percontohan pengolahan limbah cair tahu, program mitigasi Kementerian Ristek juga melakukan kegiatan efisiensi energi. Kegiatan ini diwujudkan dengan memodifikasi tungku yang digunakan untuk merebus kedelai.
Eddy berharap prototip IPAL yang dikembangkan Kementerian Ristek di Desa Kalisari dan Desa Ciroyom ini dapat direplikasi oleh Pemkab Banyumas untuk sentra-sentra industri tahu lainnya di wilayah itu dan juga oleh pemerintah daerah lainnya di Indonesia.
TNI Bangun Pembangkit Listrik di Pulau Terluar
Komandan Kodim 1708 Biak Letkol Inf Juhari S.IP di Biak, Senin mengemukakan pembangunan dua PLTS yang sedang dikerjakan di pulau terluar Supiori untuk membantu masyarakat setempat dalam memenuhi kebutuhan listrik sebagai alat penerang rumah.
"Kami harapkan dengan program pembangunan dua PLTS di pulau terluar Barasi dan Fanildo segera rampung sehingga bisa dimanfaatkan penduduk setempat," ungkap Letkol Juhari.
Ia mengakui, wilayah pulau terluar Barasi dan Fanildo sangat terpencil yang juga berbatasan dengan Negara tetangga sehingga keberadaan pulau ini memerlukan penanganan khusus.
Perhatian pemerintah pusat terhadap keberadaan pulau terluar, menurut Dandim Letkol Juhari, sangat besar karena wilayah pulau terluar mempunyai potensi kekayaan hasil luat yang melimpah.
Selain itu, lanjut Dandim Biak, keberadaan pulau terluar di wilayah Republik Indonesia menjadi asset bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga harus dijaga dan dilindungi potensi alam maupun mnasyarakatnya.
Bahkan belum lama ini, lanjut Dandim Juhari, melalui tim ekspedisi garis depan nusantara telah memasang tanda batas wilayah dan milik NKRI di pulau terluar Barasi dan Fanildo.
"Dengan adanya pemasangan batas wilayah dan lambang NKRI diharapkan kedaulatan dan keutuhan wilayah pulau terluar tetap terjaga sebagai milik bangsa dan rakyat Indonesia," ungkap Dandim Letkol Juhari.
Wilayah pulau terluar Barasi dan Fanildo berada di wilayah pemerintahan kabupaten Supiori yang dikenal memiliki kekayaan laut dan berbatasan dengan negara Republik Palau.(M039/I006)
• ANTARA News
Ketergantungan Teknologi, Penyebab Tersendatnya Pembanguan TNI AU
Hal tersebut disampaikan Kasau, Marsekal TNI Imam Sufaat, S.IP dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Dinas Personel, Letkol Pnb Syamsul Rizal Selaku Irup pada upacara bendera 17-an, di lapangan Dirgantara Lanud Iswahjudi, Senin (17/5).
Lebih lanjut Kasau mengatakan, dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, tantangan yang dihadapi TNI Angkatan Udara akan semakin berat, kemajuan teknologi semakin pesat, peran kekuatan udara dalam perang modern semakin diperlukan meskipun bagi bangsa Indonesia, perang merupakan jalan terakhir, namun menyiapkan diri untuk siap perang, adalah langkah yang cerdas untuk menjamin situasi damai.
“Profesionalisme sumber daya manusia di bidang tugas masing-masing merupakan nilai yang harus dimiliki oleh setiap personel TNI Angkatan Udara dalam melaksanakan tugas pengabdiannya. Oleh karena itu semangat perubahan harus kita bangun secara bersama-sama, jangan pernah berhenti berpikir dan berbuat, demi terwujudnya visi dan misi TNI Angkatan Udara”, lanjut Marsekal Imam.
Mengakhiri sambutan, Kasau, mengatakan bahwa kunci sukses menuju kondisi yang diharapkan, sangat tergantung pada tingkat kepedulian dan kepekaan setiap personel TNI Angkatan Udara terhadap potensi yang dapat menjadi sumber penyebab, maka budaya pembangunan “Budaya Safety” di lingkungan penugasan merupakan hal yang tidak dapat ditawar.
• tni-au
Lomba Karya Cipta Teknologi Maritim
Teguh Rahardjo yang mendampingi Wakasal, Laksamana Madya TNI Soeparno, menyerahkan hadiah kepada pemenang pada 3 kategori, yaitu : 1) Kategori Umum : a) M.Sukma Lesmana dari STTAL Kobangdikal dengan judul Perancangan Sistem Remote Untuk Kendali Gerak Pada Replika Unmanned Surveillance Vehicle Surface; b) Suryanto dari Pusdiklek Kobangdikal dengan judul Pengubah Energi Cahaya Matahari Menjadi Energi Listrik; c) Rifai dari Lantamal V, Surabaya dengan judul Pemanfaatan EQSO (Voip Radio) Sebagai Alternatif Komunikasi Yang Murah Dan Realiable di TNI AL. 2) Kategori Mahasiswa : a) Jainal Abidin dari Universitas Indonesia dengan judul Bahan Bakar Air Laut Perengkahan Gugus Hidrogen Melalui Elektrolisis Plasma Pijar Non Termal& Pemanfaatan Hasil Samping Gas Klorin Sebagai Desinfektan; b) Michael Kaseke dari Akademi Angkatan Laut (AAL) dengan judul Modifikasi Meriam ARSU 57 MM SU-60 Menggunakan Joystick Pemrograman Mikrokontroler Amega 32 Dengan Metode Pengontrolan Proporsional. c) Teguh Apriyanto dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta dengan judul Produksi Bioetanol Dari Limbah Buah Salak Sebagai Energy Alternative Dan Pengembangan Potensi Daerah Turi,Yogyakarta. 3) Kategori SMU : a) Miftah Yama F dari SMAN I Sidoarjo dengan judul Senjata Elektrik Bertenaga Baterai dan Menggunakan Peluru Ferromagnetik; 2) Ruri Afrianto dari SMAK Padang dengan judul Alva Detektor 001 (Alat Deteksi Tsunami). 3) Agus Arif R. daro SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo dengan judul Smart Warehouse.
Dalam rangkaian acara tersebut diselenggarakan juga Pameran Teknologi yang diikuti oleh ITS, ITB, UI, Unibraw, Universitas Hang Tuah, BPPT, PT PAL, dan beberapa satuan di TNI AL. Selesai acara Deputi Bidang Program Riptek yang didampingi Asdep Program Riptek Unggulan dan Strategis, Hari Purwanto melakukan kunjungan ke laboratorium dilingkungan STTAL, Pusdiklek Kobangdikal dan Akademi Angkatan Laut.
Sementara itu sebelumnya, pada hari Selasa, 11 Mei 2010, Asdep Asdep Urusan Program Riptek Unggulan & Strategis KRT sebegai narasumber pada sarasehan untuk menginisiasi sebuah konsorsium riset kapal selam nir awak di ITS. Hari Purwanto mengatakan bahwa perlu disusun sebuah blue print pengembangan kapal selam nir awak dengan target persyaratan operasional dan spesifikasi teknis yang dibutuhkan TNI AL. Selain mengoptimalkan sumber daya yang ada di ITS, cikal bakal tim konsorsium riset tersebut harus melibatkan juga potensi di instansi lain seperti ITB, BPPT, BBPH, PT PAL, PT LEN dan lainnya. (ad-prus-humasristek)
PT PINDAD memenuhi kebutuhan MKK maupun MKB TNI
Dalam perjalanan menuju salah satu pabrik munisi kaliber besar atau MKB PT Pindad di Turen, Malang, Jawa Timur, kepada Presiden Direktur PT Pindad Adik A
Menurut Gunadi, selama ini pemerintah biasa membeli MKB dari sejumlah produsen luar negeri. Namun, karena harganya yang mahal, ditambah alokasi anggaran negara yang juga kecil, pembelian setiap tahun selalu sedikit.
”Gara-gara mesannya selalu sedikit begitu, pihak penjual ada yang bergurau. Mereka tanya, ini kok belinya cuma segini? Sebenarnya yang membeli ini negara atau pemberontak?” ujar Gunadi tertawa miris diikuti Adik.
Bersama rombongan Gunadi, Adik, dan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Kompas berkesempatan mengikuti acara kunjungan kerja, Sabtu (8/5) pekan lalu.
Pengadaan MKB rutin untuk memenuhi kebutuhan ketiga matra angkatan TNI. Misalnya, peluru-peluru mortir dan meriam atau munisi kaliber 105 mm dan 155 mm untuk pasukan artileri dan infanteri. Atau bom jatuh (udara ke darat) untuk jet tempur F-16 milik TNI Angkatan Udara.
Meski begitu, seiring rencana pemerintah menggenjot alokasi anggaran belanja pertahanan lima tahun ke depan, dari besaran 0,7 persen menjadi 1,2-1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, hal itu diyakini secara otomatis juga akan menggenjot besaran anggaran pembelian senjata, termasuk munisi, baik kaliber besar maupun kecil (MKB atau MKK).
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin memprediksi kenaikannya signifikan, bahkan bisa meningkat sampai separuh dari total alokasi anggaran pengadaan, pemeliharaan, dan perawatan biasanya. Namun, dirasakan, jika pemerintah masih bergantung pada MKB produksi luar negeri, kenaikan tersebut dipercaya tidak akan berpengaruh banyak, mengingat harga pasar senjata internasional yang juga tinggi.
”Kalau kita pesan dari dalam negeri, harganya pasti lebih murah dan kita bisa beli banyak. Selain itu, roda perekonomian kita juga bisa lebih berputar karena industri pendukung dalam negeri lainnya juga bisa hidup. Apalagi PT Pindad ternyata selama ini mampu dan punya kapasitas menganggur (idle capacity) untuk memproduksi MKB,” ujar Sjafrie.
Adik membenarkan hal itu. Dia bahkan memastikan PT Pindad sudah memiliki dan menguasai alat serta teknologi pembuatan MKB sejak awal 1990-an. Fasilitas produksi MKB bahkan sudah didirikan di Turen sejak 1992, sementara mesin dan peralatannya sudah dibeli dari Swedia sejak 1997. Dia juga mengklaim siap jika pemerintah serius ingin memesan MKB dari PT Pindad.
Selama ini, untuk jenis munisi kaliber kecil (MKK), PT Pindad mampu memproduksi dan memasok 114 juta butir berbagai kaliber MKK per tahun untuk kebutuhan TNI. Selain itu, pihaknya, menurut Adik, juga memiliki cadangan stok bahan baku amunisi sampai 2 ton yang bisa diolah menjadi munisi kaliber berapa pun sesuai pesanan. Sebagai ilustrasi, untuk membuat granat tangan, per butir hanya dibutuhkan kurang dari 30 gram mesiu saja. PT Pindad mampu membuat MKB sampai kaliber 155 mm.
”Kami ini ibarat dapur. Bapak mau pesan nasi goreng atau bubur ayam, ya, silakan pesan. Kami mampu membuatnya. Dahulu kami diminta Pak Habibie (mantan Presiden BJ Habibie) memproduksi sistem persenjataan FFAR (Forward Firing Aircraft Rocket). Alatnya sudah kami adakan, beli dari Swedia. Khusus untuk membuat MKB. Namun, sampai sekarang order munisinya enggak pernah turun,” ujar Adik.
Selain kemampuan produksi, PT Pindad, menurut Adik, sampai sekarang juga tidak bermasalah dengan dukungan finansial. Hal itu mengingat untuk pesanan yang dikerjakan selama ini, terkait kebutuhan dalam negeri atau pemerintah, PT Pindad mendapat dukungan dari pihak perbankan nasional. Sekarang tinggal menyinkronkan saja kedua hal tadi dengan dukungan kebijakan pemerintah dalam arti komitmen untuk membeli dari PT Pindad.
Klaim Adik, pernyataan Sjafrie, serta lontaran ”gurauan pahit” yang dipaparkan Gunadi sebelumnya, seharusnya bisa ”diolah” menjadi ibarat pepatah lama, ”bak gayung bersambut, kata berbalas”. Secara teknologi dan pengalaman, industri pertahanan dalam negeri, seperti PT Pindad, punya kemampuan dan bisa diandalkan. Selain itu, dukungan dan komitmen pendanaan serta kepastian daya serap pasar, dalam hal ini TNI, juga bisa dijamin. Apalagi komitmen anggaran dari pemerintah pun juga dinaikkan.
Sekarang tinggal komitmen bersama membangun dan membesarkan industri pertahanan dalam negeri. Memang tidak mudah. Namun, jauh lebih baik daripada terus bergantung pada bangsa lain, apalagi sampai diolok-olok, padahal sudah membeli dengan harga mahal. Jadi, mulai sekarang, hati-hati bicara, Sir. Kalau cuma MKB, industri kami mampu bikin sendiri.(Wisnu Dewabrata)
• KOMPASPeluncuran Unit Instalasi Pengolah Limbah (IPAL) Limbah Cair Sentra Industri Kecil Tahu, di Purwokerto
Kementerian Negara Riset dan Teknologi bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas, telah meluncurkan 2 (dua) Unit Percontohan Instalasi Pengolah Limbah (IPAL), pada hari Selasa tanggal 11 Mei tahun 2010 di Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Peralatan ini dikembangkan dan dipasang di 2 (dua) kawasan sentra industri kecil tahu di Desa Kalisari dan di dusun Ciroyom.
Menurut Edi Prihantoro, Asisten Deputi Urusan Analisis Kebutuhan Iptek, KRT, alasan dipilihnya lokasi sentra industri tahu adalah karena industri tahu merupakan penyumbang emisi yang signifikan di Indonesia disamping industri tapioka.
Fatikul Ikhsan, Camat Cilongok saat peluncuran instalasi tersebut mengatakan berterimakasih atas program ini yang telah membantu 13 kepala keluarga pengrajin tahu di desa Kalisari dan dan 8 kepala keluarga di desa Cikembulan. Alat ini digunakan untuk mengolah limbah cair dan mendapatkan energi alternatif dalam bentuk gas methan pengganti BBM. Fatikul mengharapkan agar Kementerian Riset dan Teknologi terus membantu Kecamatan Cilongok dalam pendampingan untuk melaksanakan kegiatan serupa dan kegiatan yang akan datang.
Sedangkan Alimah, warga desa Kalisari dapat merasakan manfaat keberadaan instalasi tersebut karena bisa berhemat. Penghematan ini dilihat kebiasaan sebelumnya dimana biasa menggunakan 7 – 8 tabung gas 3 kg setiap 2 bulan, sekarang ia hanya membutuhkan 1 tabung per 2 bulan.
Bupati Cilongok, Mardjoko dalam sambutannya mengharapkan agar masyarakat khususnya pengrajin tahu dapat menjaga, merawat dan memelihara dan memberdayakannya secara optimal. Masyarakat juga dihimbau untuk saling bekerja sama dalam membangun daerahnya.
“Metoda alat yang digunakan adalah metoda produksi bersih dan efisiensi energi untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dikembangkan dari Metode GERIAP-UNEP dan Metode ”Goo House Keeping” (GHK). Sedangkan pilot proyek pengolah limbah cair industri tahu ini menggunakan model “Fixed Bed Reactor” dan dibangun dengan sistem Anaerobik dengan pertimbangan tidak memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi” ujar Edi Prihantoro.
Lebih lanjut Edi Prihantoro mengatakan pada prinsipnya, limbah cair yang membahayakan lingkungan dikumpulkan dan diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat seperti makanan ikan, makanan ternak dan gas. Jaringan pipa pengumpul limbah, unit utama yang disebut digester, penampung gas (gas holder), trickling filter, jaringan sisa limbah olahan, kolam penampung air hasil proses, adalah bagian-bagian yang merupakan unsur pendukung sistem pengolah limbah ini. Kapasitas unit pengolah ini masing-masing adalah, di Desa Kalisari sebesar 20 m3 atau setara dengan 1.200 kg kedelai/hari (untuk 20 pengrajin industri tahu), dan di dusun Ciroyom sebesar 5 m3 atau setara dengan 300 kg kedelai/hari (untuk 5 pengrajin industri tahu).
Hadir pada acara peluncuran tersebut Ketua DPRD Kabupaten Banyumas, Anggota Forum Pimpinan Daerah Kabupaten Banyumas, Para Kepala Dinas Kabupaten Purbalingga, Cilacap, Tegal dan Pekalongan, para Camat dan jajaran Muspida Cilengok dan Pekuncen. (ad-aki/humas)
• ristek
LIPI Ubah Banjir Jadi Air Minum
Peneliti di Pusat Penelitian Fisika LIPI, Profesor Perdamean Sebayang menyebutkan bahwa dalam kondisi banjir, kondisi air sangat berlimpah tetapi tidak layak konsumsi karena sudah terkontaminasi oleh beragam polutan.
"Jika kebutuhan air tidak terpenuhi, maka dapat memberikan dampak terhadap kerawanan kesehatan maupun sosial sesuai dengan kondisi jumlah penduduk atau mekanisme distribusi air bersih," terang Perdamean melalui keterangannya, Senin (29/3/2010).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, LIPI kemudian membentuk unit pengolahan air bersih dan layak minum dengan sistem water purification. Sistem ini dapat menghasilkan air berkualitas yang memenuhi standar kesehatan.
Uji coba rencananya akan dilakukan pada Rabu, 31 Maret 2010 di Dusun 111 Gempol Tengah, Desa Purwadana, Karawang, Jawa Barat.
Perdamean menuturkan bahwa unit sistem ini dapat beroperasi secara mobile dan dapat diaplikasikan untuk berbagai jenis sumber air tawar, khususnya air banjir pada lokasi bencana.
"Unit sistem mobile ini mampu mengolah air dengan menggunakan beragam sumber air tawar selama tidak mengandung bahan berbahaya beracun, dengan kapasitas hasil yang memadai secara masal, yaitu 10 liter per menit," tandasnya. (okezone.com/ humasristek)
• ristek
Kemhan Komitmen Kembangkan Industri Pertahanan Non Alutsista
“Komitemen kita ada untuk kembangkan industri pertahanan non Alutsista”, ungkap Menhan Purnomo Yusgiantoro saat menerima Asosiasi Industri Pertahanan Non Alutsista (IPNAS), Rabu (5/5) di kantor Kemhan, Jakarta. Hadir dalam acara tersebut, Wamenhan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin dan sejumlah pejabat di lingkungan Kemhan, Mabes TNI dan Angkatan.
Lebih lanjut Menhan mengatakan, selain komitmen dari Kemhan, Mabes TNI juga pastinya akan berkomitmen untuk menggunakan produk – produk IPNAS. Saat ini dalam pengadaan Alutsista, TNI sudah memprioritaskan menggunakan produk industri pertahanan dalam negeri. Sedangkan untuk pengadaan non Alutsista, pastinya juga tidak diragukan lagi bahwa TNI akan membuka domestic market untuk mendukung perkembangan IPNAS.
Menhan menegaskan bahwa semua pihak juga harus ikut berkomitmen untuk mengembangkan IPNAS sebagai bagian dalam rangka mendorong pemberdayaan industri pertahanan dalam negeri. “IPNAS adalah bagian dari industri pertahanan, dan ini semua sejalan dengan program pemerintah dimana pemerintah ingin menggalakan industri pertahanan”, tambah Menhan.
Selain itu, menurut Menhan dengan memberdayakan dan mengembangkan IPNAS berarti juga ikut membesarkan industri dalam negeri yang tentunya akan memberikan kegiatan ekonomi, membuka lapangan kerja dan pada akhirnya akan mengurangi angka kemiskinan.
Senada dengan Menhan, Ketua Asosiasi IPNAS Mburak Ginting mengatakan, bahwa keberadaan industri pertahanan non Alutsista dari swasta ini sebenarnya juga telah menunjang program pemerintah dalam rangka menumbuhkan kegiatan ekonoomi, membuka lapangan kerja, mengurangi pengangguran sekaligus pengentasan kemiskinan.
Ketua Asosiasi IPNAS menjelaskan, sejak dibentuk pada tahun 2007 sampai dengan sekarang, dalam kurun waktu tiga tahun kegiatan IPNAS sudah sangat memadai, baik pada tingkat nasional maupun internasional diantaranya yaitu memberikan dukungan logistik kepada pasukan perdamaian PBB dan lain sebagainya.
Untuk itu, lebih lanjut Ketua Asosiasi IPNAS menyampaikan ucapan terimakasih kepada Kemhan dan Mebes TNI yang telah memberikan dorongan sehingga IPNAS dapat berkembang dan menghasilkan produk – produk sesuai standar operasional.
Ketua Asosiasi IPNAS berharap, komunikasi antara Asosiasi IPNAS, Kemhan dan Mabes TNI diharapkan terus terjalin lebih baik dalam rangka saling membangun kerjasama yang konstruktif, sehingga dimasa mendatang IPNAS lebih mampu lagi untuk memantapkan kualitasnya.
Asosiasi Industri Pertahanan Non Alutsista (IPNAS)
Asosiasi IPNAS adalah suatu wadah atau asosiasi yang berisikan produsen perlengkapan non alutsista baik untuk keperluan perorangan maupun satuan, untuk kebutuhan militer maupun organisasi sejenisnya. Asosiasi IPNAS dibentuk dengan tujuan untuk menumbuhkembangkan industri non alutsista untuk mendukung kebijakan dan program kemandirian industri pertahanan
Asosiasi IPNAS ini mempunyai visi yaitu mewujudkan kemandirian non alutsista dalam mendukung kepentingan pertahanan. Sedangkan misinya adalah, pertama mendukung penguatan industri nasional, penyediaan lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kedua mengembangkan dan memanfaatkan produk industri non alutsista dalam negeri untuk kepentingan petahanan negara. Dan ketiga menerapkan Iptek untuk mengembangkan kualitas produk yang mampu bersaing untuk produk luar negeri.
Asosiasi IPNAS beranggotakan perusahaan swasta dalam negeri yang memproduksi perlengkapan non Alutsista antara lain PT. Multi Indo Sentosa : perlengkapan perorangan, PT. Armylis Kusuma Putra : perlengkapan pendukung Alutsista, PT. Batara Indra : konserven, PT. Bumi Putera Industri : perlengkapan KLP / BBP, PT. Intra Fajar : perlengkapan perorangan, PT. Jangkar Nusantara Megah : ransum tempur, PT. Goeno : perlengkapan satuan lapangan / tenda, PT. Mitra Agung Antasco : sepatu dinas lapangan, PT. Paramartha Dharmaguna : pemanas perorangan, PT. Mancawahana Bhakti : perlengkapan pendukung Alutsista, PT. Subur Sakti Putra : peralatan telekomunikasi, PT. Damar Delapan Utama : pelumas khusus, PT. Green World Nusantara : peralatan energi terbarukan, PT. Patria Damareka : perlengkapan pendukung Alutsista.
Produk – produk dari IPNAS pemasarannya baik untuk keperluan domestik yaitu Mabes TNI dan Angkatan, juga telah menembus pasar internasional antara lain untuk keperluan pasukan perdamaian PBB, negara – negara Asean, Papua New Guinea dan Timor Leste.(BDI/PGN)
• dmcindonesia
Indonesia Belum Mampu Realisasikan PLTN
Dalam salah satu alinea RPJM ke-3 (2015-2019), disebutkan terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang handal dan efisien sesuai kebutuhan sehingga elektrifikasi rumah tangga dan pedesaan dapat tercapai, serta mulai dimanfaatkannya tenaga nuklir untuk pembangkit listrik dengan mempertimbangkan factor keselamatan secara ketat.
Menurut Kepala Badan Tenaga Atom Nasional Hudi Hastowo, jika mengacu pada UU tersebut, PLTN dapat dioperasionalisasikan sekitar 2016. “Persiapan pembangunannya semestinya dilakukan sejak 2003,” imbuh saat bertemu pers Jumat lalu (30/4).
Namun, hingga kini realisasinya masih terganjal banyak kendala. Demo sebagian masyarakat yang lantang menyuarakan penolakan PLTN masih kerap terdengar. Terutama masyarakat di sekitar Semenanjung Muria, Jawa Tengah, dimana Batan menyatakan lokasi tersebut layak dibangun PLTN.
Sementara dari sisi kebijakan, pemerintah hingga kini belum membentuk lembaga pemberi izin pembangunan PLTN. “Secara teknis, Batan sudah melakukan kewajiban, tinggal menunggu arah kebijakan tentang PLTN di Indonesia,” ujar Hudi.
Hudi memperkirakan target pembangunan PLTN akan bergeser sekitar 2018-2020. “Target 2016 tidak mungkin dilaksanakan, karena belum terbentuk lembaganya,” ujarnya.
Menurut Hudi, ketersediaan pasokan energi jangka panjang merupakan hal yang krusial bagi seluruh negara. Dan, lanjut dia, PLTN memegang peranan penting bagi ketersediaan energi jangka panjang. “PLTN memiliki bargaining politik sangat kuat. Jika hanya mengandalkan energi terbarukan lainnya akan sangat terbatas,” ujarnya.
• technologyindonesia
PTDI Fokus Garap CN-235 NG
BANDUNG, JUMAT - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) fokus untuk menggarap peluang pasar pesawat komersial dengan mengembangkan program CN-235 Next Generation dengan meningkatkan kapasitas dan kemampuan pesawat itu. "Program ini siap running, diharapkan 14-18 bulan ke depan sudah bisa direalisasikan. Semuanya tergantung investasi," kata Dirut PTDI, Budi Santoso, di Bandung, Jumat (22/2).
Pesawat CN-235 NG yang akan dikembangkan itu mempunyai kapasitas maksimal 45 tempat duduk dan diproyeksikan untuk melayani penerbangan komersial dalam negeri.
Selama ini, menurut Budi, PTDI lebih banyak memproduksi CN-235 tipe militer. "Pesawat itu akan dimodifikasi, ada perubahan dari tipe sebelumnya. Bila versi militer ada ramp door, untuk pesawat komersial tidak pakai fasilitas itu karena tidak akan diperlukan," kata Budi.
Menurut Budi, pesawat baling-baling produk PTDI sagat cocok untuk karakter penerbangan komersial dalam negeri, khususnya di Indonesia. Selain itu, beberapa negara juga membutuhkan pesawat jenis ini. "Jenis pesawat itu punya keunggulan di kelasnya," katanya.
Budi menyebutkan beberapa keunggulan pesawat baling-baling adalah lebih murah perawatannya serta lebih irit bahan bakar. "Dengan ukuran yang lebih kecil lebih memungkinkan untuk melayani penerbangan ke berbagai daerah yang memiliki keterbatasan landasan pacu," ujarnya.
• KOMPASIndonesia Tergabung Dalam Asia Research Foundation
Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata menerima kunjungan pejabat dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Sport dan Iptek Jepang, kemarin. Kunjungan ini terkait dengan pembentukan Asia Research Foundation, yakni lembaga pendanaan riset di kawasan Asia untuk riset-riset yang memiliki pengaruh secara global.
Asia research Foundation dipelopori oleh Jepang dengan anggota antara lain Cina, Korea, Singapura, Indonesia. Fokus penelitian yang didanai Asia Research Foundation antaraa lain perubahan iklim, keamanan dan keselamatan nuklir dan kebencanaan.
Menurut Warsito P. Taruno, staf khusus Menristek bidang Riset, kehadiran Asia Research Foundation memberi kesempatan peneliti-peneliti Indonesia untuk melakukan riset bersama dengan dukungaan dana internasional. “Ini memberi kesempatan Indonesia untuk mengirim lebih banyak peneliti keluar negeri untuk riset jangka pendek ke pusat-pusat-pusat penelitian di luar negeri. Ini bisa menjadi sarana untuk meningkatkan kapasitas peneliti kita,” kata Warsito.
Sebelumnya, pada Jumat (30/4) Kementerian Riset dan Teknologi menerima kunjungan pejabat dari pemerintah Australia terkait dengan kerja sama riset di bidang kesehatan, pertanian termasuk pangan, dan energi. Kerja sama riset di bidang energi antara lain meliputi perubahan iklim, keamanan reaktor dan keselamatan bahan energi nuklir. Kerja sama tersebut juga termasuk program beasiswa pengiriman mahasiswa Indonesia untuk mengikuti studi S3 ke Australia. Kerja sama bidang ilmu pengetahuan dan teknologi antara KRT dan pemerintah Australia telah berlangsung sejak 2005.
Menurut Warsito, kerja sama riset di bidang perubahan iklim diwujudkan dilakukan dalam bentuk pembuatan sistem hotspot monitoring secara real time untuk memantau kebakaran hutan. “Dengan sistem ini, dalam waktu satu jam titik-titik api yang muncul sudah dipublikasi di situs web,” terang Warsito seraya menambahkan, dalam kerja sama tersebut pihak Indonesia diwakili oleh Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan).
Pembuatan sistem hotspot monitoring ini, menurut Warsito, sejalan dengan target Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menurunkan jumlah titik api sebanyak 20 persen per tahun.
Kerjasama program beasiswa antara lain dalam bentuk pengiriman 10 mahasiswa tingkat doktoral per tahun dan pelatihan komersialisasi hasil iptek untuk UMKM ke Australia. Sementara Australia untuk tahun ini mengirim satu profesor untuk melakukan riset selama dua bulan di Lembaga Eijkman untuk mempelajari metoda ekstraksi genetika.
Sebelumnya Kementerian Ristek juga menjalin kerjasama riset dengan pemerintah Amerika Serikat dan Jerman.
Menurut warsito, banyaknya negara tertarik menjalin kerja sama riset dengan Indonesia, antara lain karena Indonesia memiliki potensi luar biasa di bidang keragaman hayati. Di sisi Indonesia, katanya, kerja sama riset ini memberi kesempatan untuk meningkatkan kapasitas peneliti Indonesia. “Kapasitas peneliti samai kini masih jadi salah satu kelemahan kita. Kerjasama riset dengan berbagai negara adalah kesempatan untuk memperbaiki itu,” katanya.
Dikatakan, kerja sama riset di bidang keragaman hayati tersebut tak perlu dikhawatirkan karena kerjasama tersebut berbasiskan kesetaraan dan dijamin oleh konvensi dunia, yang antara lain mengatur bahwa dalam riset genetika tidak diperkenankan membawa spesies keluar dari negara asal spesies.
• technologyindonesia
Tim Robot Poilteknik Batam Juara Umum
"Politeknik Batam menjuarai tiga kategori dari empat kategori yang dipertandingkan yaitu juara satu untuk KRCI berkaki pemadam api, KRCI beroda pemadaman api, dan KRCI pemain bola," kata Ketua robot 'Barelang IV' Politeknik Batam, David Abriman Simatupang.
Untuk KRCI berkaki pemadam api dimenangkan 'Barelang II', KRCI beroda pemadam api dimenangkan 'Barelang III', dan KRCI pemain bola dimenangkan 'Barelang IV'. Satu kategori lainnya dimenangkan robot ANTSP-U karya STMIK Potensi Utama Medan. "Kami sangat senang sekali berhasil menjadi juara umum untuk tiga kategori dalam KRI dan KRCI regional I Sumatra," ujarnya.
Menurut dia, Politeknik Batam melakukan persiapan sejak November 2009 dengan terus berlatih di bengkel kampus. "Kami terus mengerjakan robot secara bersama-sama selama enam bulan dan terus berlatih di bengkel kampus dengan biaya dari universitas," katanya.
Ketua tim robot 'Barelang II' Eko Rudiawan mengatakan, sudah melakukan persiapan yang matang untuk menghadapi KRI regional I Sumatra. "Kelebihan dari robot 'Barelang II' selalu stabil selama kontes berlangsung dan berhasil menjadi juara I," katanya.
Ia menambahkan, Tim robot berkaki Politeknik Batam sebelumnya juara I pada Kontes Robot Indonesia Regional I Sumatra pada 2009 di Riau. "Kami akan menyiapkan diri lebih baik lagi untuk menghadapi KRI dan KRCI tingkat Nasional pada Juli 2010 di Malang," ujarnya. (Ant/OL-04)
• mediaindonesia
Teknologi Modifikasi Cuaca untuk Pengendalian Banjir
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui UPT Hujan Buatan mengampanyekan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sebagai solusi pengendalian banjir kepada instansi-instansi terkait, termasuk pemerintah daerah. Beberapa waktu lalu, tim UPT Hujan Buatan mengadakan presentasi di hadapan Pemprov Jawa Barat.
“Mencermati banjir di DAS Citarum beberapa waktu lalu yang sangat masif, sampai ke Kerawang dan mengakibatkan kerugian yang begitu besar, kami coba memperkenalkan kepada Pemprov Jawa Barat bahwa TMC bisa digunakan untuk pengendalian banjir,” terang Dr. Tri Handoko Seto, Meteorologist pada UPT Hujan Buatan-BPPT
Dalam upaya pengendalian banjir, jelas Seto, modifikasi cuaca yang dilakukan adalah menyegerakan awan yang tumbuh di laut menjadi hujan sebelum awan tersebut bergabung dengan awan darat.
Menurutnya, secara teknologi hal tersebut memungkinkan, yakni dengan menggunakan bahan semai berukuran 30 hingga 100 mikron. “Bahan semai yang biasa digunakan untuk modifikasi cuaca untuk atasi kekeringan adalah untuk membuat hujan turun lebih cepat dan dan lebih banyak. Pada upaya pengendalian banjir, yang kita gunakan hanya yang untuk membuat hujan turun lebih cepat. Karena itu bahan semai yang digunakan 30 sampai 100 mikron,” terang Seto.
Menurutnya, TMC untuk pengendalian banjir telah dikenalkan UPT Hujan Buatan sejak 2007. Saat itu Tim UPT Hujan Buatan melakukan presentasi di hadapan Pemprov DKI Jakarta, terkait prediksi bahwa di Jakarta pada 2007 akan mengalami banjir lebih besar ketimbang tahun-tahun sebelumnya. “Namun saat itu, Pemprov DKI Jakarta belum bersedia menerapkannya,” kata Seto.
Untuk pelaksanaannya, UPT Hujan Buatan didukung oleh satu unit mobile radar untuk memantau perkembangan awan dan pesawat CASA 212 seri 200 untuk menebar bahan semai.
“Untuk kasus Jakarta, begitu terpantau oleh radar ada pertumbuhan awan di pantai utara Jawa, langsung kita sebar bahan semai agar awan segera menjadi hujan, dan tak sempat bergabung dengan awan darat,” jelas Seto.
Untuk Jawa Barat, pemantauan dilakukan di dua sisi, yakni di utara dan selatan. “Memang agak lebih sulit. Di Jawa Barat,pemantauan awan selain menggunakan mobile radar, juga perlu didukung dengan stationary radar yang ada di Puspitek Serpong,” kata Seto seraya menambahkan, kedua radar itu mampu mengkover pemantauan awan di uatar dan selatan Jawa Barat.
Barat bahwa TMC bisa digunakan untuk pengendalian banjir,” terang Dr. Tri Handoko Seto, Meteorologist pada UPT Hujan Buatan-BPPT
Dalam upaya pengendalian banjir, jelas Seto, modifikasi cuaca yang dilakukan adalah menyegerakan awan yang tumbuh di laut menjadi hujan sebelum awan tersebut bergabung dengan awan darat.
Menurutnya, secara teknologi hal tersebut memungkinkan, yakni dengan menggunakan bahan semai berukuran 30 hingga 100 mikron. “Bahan semai yang biasa digunakan untuk modifikasi cuaca untuk atasi kekeringan adalah untuk membuat hujan turun lebih cepat dan dan lebih banyak. Pada upaya pengendalian banjir, yang kita gunakan hanya yang untuk membuat hujan turun lebih cepat. Karena itu bahan semai yang digunakan 30 sampai 100 mikron,” terang Seto.
Menurutnya, TMC untuk pengendalian banjir telah dikenalkan UPT Hujan Buatan sejak 2007. Saat itu Tim UPT Hujan Buatan melakukan presentasi di hadapan Pemprov DKI Jakarta, terkait prediksi bahwa di Jakarta pada 2007 akan mengalami banjir lebih besar ketimbang tahun-tahun sebelumnya. “Namun saat itu, Pemprov DKI Jakarta belum bersedia menerapkannya,” kata Seto.
Untuk pelaksanaannya, UPT Hujan Buatan didukung oleh satu unit mobile radar untuk memantau perkembangan awan dan pesawat CASA 212 seri 200 untuk menebar bahan semai.
“Untuk kasus Jakarta, begitu terpantau oleh radar ada pertumbuhan awan di pantai utara Jawa, langsung kita sebar bahan semai agar awan segera menjadi hujan, dan tak sempat bergabung dengan awan darat,” jelas Seto.
Untuk Jawa Barat, pemantauan dilakukan di dua sisi, yakni di utara dan selatan. “Memang agak lebih sulit. Di Jawa Barat,pemantauan awan selain menggunakan mobile radar, juga perlu didukung dengan stationary radar yang ada di Puspitek Serpong,” kata Seto seraya menambahkan, kedua radar itu mampu mengkover pemantauan awan di uatar dan selatan Jawa Barat.
AAL Ciptakan Sistem Kontrol Meriam dan Sonar
"Ini merupakan bagian dari upaya kami menggiatkan inovasi dan kreativitas para kadet dalam melengkapi dan modernisasi persenjataan TNI-AL," kata Gubernur AAL, Laksamana Pertama TNI Bambang Suwarto di Surabaya, Rabu.
Ia mengucapkan terima kasih kepada anak didiknya yang yang mampu menciptakan sistem persenjataan modern itu.
Kadet AAL yang berhasil menciptakan sistem kontrol meriam 57 mm SU-60 adalah SMDK (E) Michael Kaseke, SMDK (E) Yoga Prihantoro, SMDK (E) Siswanto Bennie, SMDK (E) Teguh Ulin, dan SKD (E) M Zulkhaidar dibawah dosen pembimbing Mayor Laut (E) A. Sardjono dan Mayor Laut (ES) Oman Ukirman.
Mereka mampu memodifikasi meriam 57 MM/S-60 buatan Rusia tahun 1964 sehingga menjadi sebuah meriam yang beroperasi dengan bantuan komputer.
Meriam 57MM/S-60 itu berfungsi sebagai alat instruksi bagi kadet AAL dan menjadi wahana efektif serta efisien untuk melatih kemampuan teknik sistem pemograman dan pengendalian bagi kadet Korps Eletronika AAL.
Parameter pengoperasian yang dilakukan awak menggunakan "joystick" sebagai pengendali, sedangkan sistem mekanikal peralatan meriam 57 mm itu tidak dilakukan modifikasi, hanya diperbaiki untuk tetap mempertahankan kinerja meriam tersebut.
Beberapa kadet lain, yakni SMDK (E) Susilo N. Dony A, SMDK (E) Tony Arkayudha P, SMDK (E) Kirono Yakti Asmoro, SMDK (E) Ghanosa Adityawarman, dan SMDK (E) Aditya Pradhana Purcha dibawah bimbingan Mayor Laut (ES) Oman Ukirman dan Kapten Laut (E) Nanang Sugiyantoro juga berhasil menciptakan "Panoramic Passive Sonar" dengan menggunakan metode "Software Imaging".
"Ini murni menggunakan piranti lunak secara utuh tanpa menggunakan piranti keras lain, seperti "hydrophone" dan "preamplifier" yang ada di kapal," kata Kepala Departemen Elektronika AAL Kolonel Laut (E) Endarto Pantja Irianto.
Ia menjelaskan, pengoperasian sonar tersebut tidak hanya untuk kapal selam, melainkan juga untuk kapal-kapal permukaan yang memiliki kemampuan tempur di bawah air.
• Antara
Teknologi 4G Mulai Diujicoba di Indonesia
Presiden Direktur XL Axiata Hasnul Suhaimi mengatakan, kajian tersebut akan mempelajari semua aspek baik dari sisi teknis, regulasi, dukungan handset hingga kesiapan konten dan menilai kelayakannya apakah dapat lamgsung diserap pasar saat diluncurkan. Hasnul mengatakan pihaknya tidak ingin implementasi LTE senasib 3G yang tidak segera diserap karena pasar belum siap. Kajian akan dilakukan selama tiga hingga enam bulan. Ericsson akan menyediakan perangkat LTE dari sisi core hingga radio access untuk kajian secara teknis.
Untuk melakukan uji coba LTE ini kedua belah pihak masih akan menunggu proses perijinan dari pemerintah. Uji coba ini rencananya akan diadakan pada semester kedua tahun ini.
Telkomsel nampaknya juga lebih memilih menerapkan teknologi LTE ketimbang Wimax. karena LTE bisa memanfaatkan sebagian komponen jaringan 3 G dan HSDPA yang sudah ada, berbeda dengan WiMAX yang harus membangun infrastruktur yang baru dari radio sampai core.
Banyaknya operator GSM di Indonesia yang berencana mengimplementasi LTE karena LTE dianggap lebih mudah dibandingkan Wimax yang membutuhkan perubahan besar-besaran pada infrastruktur operator GSM. Sehingga dari segi investasi LTE tiga kali lebih murah.
LTE merupakan pengembangan dari teknologi 3G dengan nama R-8 (Release-8) yang lebih difokuskan ke arah kecepatan data transfer yang lebih tinggi dibandingkan dengan 3.5 G (HSPA+). Maksimum kecepatan downlink bisa mencapai 100 Mbps, sementara kecepatan uplink mencapai 50 Mbps.
Dengan LTE, pengguna dapat mengunduh dan mengunggah video beresolusi tinggi, mengakses e-mail dengan lampiran besar, serta dapat melakukan video conference setiap saat. Kemampuan LTE lainnya adalah untuk mengoperasikan fitur Multimedia Broadcast Multicast Service (MBMS), yang sebanding dengan DVB-H dan WiMAX. LTE dapat beroperasi pada salah satu spektrum yang termasuk standar IMT-2000 (450, 850, 900, 1800, 1900, 2100 MHz) ataupun pada spektrum baru seperti 700 MHz dan 2,5 GHz.
Namun begitu, Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel, Departemen Komunikasi dan Informasi Gatot S Dewa Broto mengatakan teknologi LTE belum dapat diaplikasi di Indonesia dalam waktu dekat karena payung hukumnya masih sangat lemah. Dikatakan, LTE membutuhkan konvergensi tinggi, sementara Undang- Undang (UU) Telekomunikasi belum mengatur soal itu secara gamblang.
Sebagai langkah awal dukungan pemerintah terhadap pemanfaatan LTE, tambah Gatot, Ditjen Postel akan membahas RUU Konvergensi. Pembahasan RUU ini termasuk program 100 hari Menteri Komunikasi dan Informasi. Namun diakuinya, RUU ini belum masuk dalam Program Legislasi Nasional 2010.