Pakar Departemen Meteorologi ITB Drs Zadrach Ledoufij Dupe MSi menjelaskan salju hebat yang saat ini menerjang Eropa muncul karena adanya pertemuan udara hangat dari arah bawah yang bergerak ke atas menuju Eropa.
Sementara udara dingin dari Siberia turun ke bawah. Pertemuan udara hangat dan dingin tersebut membentuk front, yang menghasilkan cuaca ekstrim di Eropa.
Sedangkan kondisi di Australia berkaitan dengan kondisi saat ini di Indonesia. Matahari berada di belahan selatan di atas Australia. “Boleh dikatakan Australia mengalami puncak iklimnya,” jelasnya. Akibatnya, cuaca Australia menjadi ekstrim seperti terjadinya gangguan badai tropis.
Kondisi ini diperparah adanya La Nina yang terjadi di pasifik tengah bagian ekuator. Pengaruhnya akan terasa sampai ke Indonesia. Menurut pengamatan pria yang akrab disapa Zadrach ini, iklim ekstrim mirip dengan yang terjadi pada 1986-1987. “Pola cuacanya mirip,” paparnya.
Berdasarkan pola dari iklim ekstrim yang terjadi saat ini, polanya berulang. Namun, karena data yang tersedia kurang panjang, untuk memastikan intensitasnya sedikit sulit dilakukan.
“Kejadian semacam ini periodik, dulu pernah terjadi, sekarang terjadi, nanti sekian tahun kemudian akan terjadi lagi,” ujarnya. Biasanya, iklim ekstrim semacam ini akan berlangsung hingga Februari, sampai akhirnya masuk musim semi pada April.
Untuk Australia, tinggal menunggu matahari bergesar ke arah utara dan akan hilang sendiri. Untuk Indonesia, kondisi tropis terpanas di tengah musim penghujan hingga kini belum tuntas. Puncak musim penghujan masih akan terjadi pada Januari-Februari. “Kita masih akan sering mengalami banjir dan longsor di awal tahun depan ini,” paparnya.
Menurutnya, bagi mereka yang ingin melakukan wisata ke luar negeri, tidak akan terpengaruh. Sementara wisata di Indonesia sebaiknya menghindari daerah-daerah rawan banjir. “Karena kemungkinan terjadinya banjir bisa kapan saja,” katanya.
Hal senada Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG Edwin Aldrian menjelaskan bahwa laut di kawasan tropis saat ini terlalu panas. “Karena suhu terlalu panas sepanjang tahun, kondisi menjadi basah terus”.
Ia mengatakan badai yang terjadi di Eropa disebabkan karena adanya tekanan udara rendah dari arah tropis bertemu dengan angin dari kutub. Namun untuk Australia, memang sedang ada bibit siklon atau badai yang menekan dari selatan.
Secara teknis hal itu bukan disebabkan karena adanya global cooling, namun karena tropis terlalu panas. Laut tropis yang terlalu panas mengalami penguapan tinggi sehingga tahun ini tidak akan ada musim kemarau.
“Fenomena ini jelas f tak biasa, ini sudah masuk perubahan iklim,” katanya. Bahkan, menurutnya di Australia saja tidak pernah terjadi hal seperti ini. Perubahan iklim ini disebabkan karena global warming di daerah tropis.
Menurut pria yang akrab dipanggil Edwin ini, iklim ekstrim di Australia tidak akan berlangsung lama, “Mungkin dalam hitungan mingguan. Namun, untuk Eropa akan lama mengalami iklim ekstrim,” katanya.
Dalam skala 10 harian, Eropa mengalami terjangan badai. Kemudian saat jeda, terjadi terjangan badai di Amerika Utara. “Sistem baro-tropis ini bersifat antara 10-14 hari dan bergeser ke arah timur,” paparnya.
Edwin mengatakan, Indonesia masih akan berada pada kondisi basah. Karena Siberia mengalami pendinginan di mana udara dingin biasanya bersifat padat dan kering menekan ke arah selatan.
“Gawatnya, hal ini bisa menyebabkan banjir di daerah Pantura,” tandasnya. Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa banjir yang terjadi di Jakarta salah satu penyebabnya adalah udara dingin ini.
Selama kondisi tropis yang terlalu panas ini, hujan akan terlalu berlimpah. Bagi mereka yang ingin melakukan wisata, wisatawan dapat melakukan wisata kapan saja. “Cuaca memang akan basah seperti ini saja”.
Namun, karena siklon di utara Australia masih terbentuk, daerah Jabar bagian utara akan basah dan terdapat angin kencang. “Hal ini harus diwaspadai,” ingatnya. [mdr]
Responses
0 Respones to "Awas, Awal 2011 Banjir-Longsor Intai RI"
Posting Komentar