Sepanjang 2010, Indonesia mengalami bencana yang tak bisa diabaikan begitu saja. Beberapa bencana besar yang menimpa Indonesia di antaranya gempa Wasior, Mentawai dan Merapi termasuk dalam bencana paling dahsyat.
Menghadapi bencana semacam itu, Indonesia masih kewalahan dalam melakukan mitigasi. Apakah teknologi yang ada sekarang mampu untuk meminimalisir bencana serupa di tahun-tahun mendatang?
UU Nomor 24 mengenai Penanggulangan Bencana telah diterbitkan sejak 2007. Namun begitu, peneliti risiko bencana dan geolog LIPI Herryal Z Anwar menilai masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
Menurutnya, kesiapan masyarakat masih membutuhkan waktu, selain itu strata ekonomi yang berbeda membuat semakin sulit dalam menyiapkan kesiapan masyarakat dan mitigasi lain.
Pria yang akrab disapa Herryal ini menilai bahwa menyiapkan masyarakat dan peta bahaya merupakan hal terpenting. Namun begitu, ia tak menyangkal masalah kelembagaan juga perlu disiapkan.
“Pemerintah masih membutuhkan usaha dan keseriusan yang lebih besar serta kesungguh-sunguhan mengingat Indonesia sangat luas dan banyak masyarakat di daerah terpencil,” ujarnya.
Selain itu, instansi daerah dan pusat masih belum bekerja serius. Kalau hal ini tidak match, maka akan sulit. Meski belum siap, Herryal menilai RI sudah berada pada jalur yang benar menuju kesiapan itu. “Tapi program harus dilaksanakan sampai tuntas, jangan seperti euphoria saja,” ingatnya.
Associate Profesor Jurusan Teknik Geofisika ITB DR. Eng. Ir. Teuku Abdullah Sanny, M.Sc menegaskan Indonesia masih belum siap menghadapi bencana. Menurutnya, pemerintah Indonesia masih dalam tahap mencari format yang tepat.
Selain itu, sumber daya di Indonesia masih sangat kurang dan belum siap untuk menanggulangi bencana. Menurut Sanny, perangkatnya masih belum disiapkan, mulai dari UU hingga politik.
Ia menambahkan, pendanaan penanggulangan bencana di Indonesia memiliki gaya politikus. “Jadi apa-apa harus dilakukan dalam UU tergantung dana dari pemerintah,” ujarnya. Sementara dana pengadaan teknologi di Indonesia masih sangat kurang.
Selain itu, pemerintah juga harus memupuk minat putra-putri bangsa yang ingin mempelajari bidang itu dengan serius. “Seperti diketahui, bidang kebumian tidaklah menarik karena tak banyak memberi harapan di tengah kondisi saat ini di mana orang berpikir untuk finansial. Jadi, pemerintah harus mencari cara guna menarik minat mereka,” katanya.
Sanny mengusulkan untuk menyediakan beasiswa atau meningkatkan gaji pekerja di bidang itu sebagai daya tarik. Namun ia mengakui hal ini tak mudah dilakukan.
Menurut Sanny, teknologi yang harus disiapkan adalah early warning system, teknologi zonasi, dan bangunan berdasarkan building code technology yang tahan gempa dan tsunami.
Selain teknologi, masalah menejemen juga harus dibenahi, “Menejemen kacau balau, bagaimana menanggulangi bencana alam,” keluhnya. “Indonesia sama sekali belum siap!,” tegasnya.
Bencana yang terakhir terjadi adalah meletusnya Gunung Merapi pada 26 Oktober 2010 lalu. Letusan tersebut menelan korban jiwa sebanyak 116 korban tewas. Korban-korban tersebut berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan tiga kabupaten di Jawa Tengah, Magelang, Boyolali dan Klaten.
Gunung api itu juga memaksa ribuan warga mengungsi keluar jangkauan abu vulkanik Merapi. Selain korban meninggal, juga terdapat korban luka-luka yang berjumlah 218 korban. Di Sleman terdapat 147 korban luka, Klaten 57 orang, dan Magelang 14 orang.
Selain itu, saat bencana, pengungsi erupsi Merapi mencapai ratusan ribu orang, meliputi Sleman sebanyak 56 ribu orang, kabupaten Magelang 62 ribu orang, kota Magelang dua ribu orang, dan Boyolali sebanyak 30 ribu orang.
Sebelum Merapi terjadi bencana tsunami di Mentawai yang menelan korban hilang hingga mencapai 380 orang. Tsunami setinggi 1,5 meter itu terjadi di Mentawai setelah terjadi gempa berkekuatan 7,2 skala Richter (SR).
Saat itu, korban tewas dan hilang masih simpang siur. Namun, menurut pemberitaan, korban tewas di Pulau Pagai Selatan dan Utara, serta Pulau Sipora di kepulauan Mentawai mencapai 31 korban tewas.
Banjir bandang juga terjadi di Wasior, Papua akibat hujan terus-menerus dan membawa limpahan air dari bukit. Selain itu, limpahan air juga membawa batu, kayu dan lumpur yang kemudian merusak infrastruktur kota kecil berpenduduk lima ribu jiwa itu. [mdr]
Responses
0 Respones to "Siapkah Indonesia Hadapi Bencana di 2011?"
Posting Komentar