Blogger senior Wicaksono mengatakan, fenomena tersebut tak hanya terjadi negara itu. Media sosial termasuk SMS dan internet memang merupakan salah satu alat komunikasi yang sangat penting dan kuat untuk berkomunikasi. “Menghubungkan orang satu sama lain”.
Menurutnya, fenomena semacam ini bukanlah suatu hal baru. Orang telah menggunakan internet sejak bertahun-tahun lalu, sedangkan SMS digunakan setelah 1990-an. “Bukan fenomena baru menurut saya,” ujar pria yang akrab disapa Ndoro Kakung ini.
Ia mencontohkan, di Filipina penah terjadi hal serupa di mana masyarakatnya menggalang aksi massa melalui SMS saat akan menggulingkan Joseph Estrada. Kemudian, beberapa tahun lalu Myanmar juga menggunakan SMS untuk mengabarkan kejadian-kejadian regim Myanmar .
Menurutnya, dari hal tersebut dapat dilihat bahwa internet maupun SMS bisa sangat efektif menggalang aksi massa . “Dan itu tampaknya cukup berhasil di negara-negara yang penuh opresi”.
Namun, pada negara-negara terbuka seperti Amerika dan Eropa maupun Indonesia , gerakan massa bukan untuk melawan pemerintah melainkan melakukan hal-hal lain seperti untuk pendidikan atau gerakan sosial, atau sejenisnya.
Kelebihan dari media sosial ini menurut Ndoro Kakung, media sosial bersifat menjangkau masyarakat luas, selain itu mudah diakses dan dapat menyebar informasi secara seketika atau lebih cepat dibanding media konvensional.
“Kelemahannya media ini gampang diblokir pemerintah,” imbuhnya. Di beberapa negara pembatasan sudah mulai dilakukan seperti Tunisia , Mesir dan Indonesia yang sudah mulai dilakukan pemblokiran untuk konten pornografi.
Saat ditanya seberapa cepat media ini mempengaruhi proses perubahan, Wicaksono mengatakan untuk yang bersifat revolusioner mungkin bisa memakan waktu beberapa hari, namun pada perubahan-perubahan kecil bisa terjadi seketika.
Misalnya pada gerakan sosial di Indonesia , seperti koin keadilan untuk Prita, dalam beberapa jam menggunakan media-media ini sudah bisa terkumpul sejumlah dana. Kemudian, pada kasus Filipina, orang berhari-hari menggunakan SMS untuk menggalang demonstrasi hingga akhirnya Estrada turun sejak gelombang protes masyarakat lewat SMS berjalan.
“Intinya, perubahan melalui gerakan SMS maupun internet bisa cepat bisa lambat,” ujarnya. Hal tersebut tergantung isu yang diusung, kemudian sejauh mana isu tersebut penting bagi masyarakat setempat dan tergantung penetrasi media itu sendiri.
“Makin banyak orang menggunakan, gemanya akan makin membesar dan bisa mempercepat proses perubahan. Namun, jika penetrasi sedikit, maka akan memakan waktu lebih lama,” jelasnya.
Selain itu, tiap media tak selalu cocok di tiap negara. Misalnya, di Afrika SMS lebih berkembang dibandingkan internet, sementara di negara-negara lain internet lebih kuat dibanding SMS. “Tiap negara berbeda-beda kasusnya”. Ada negara yang begitu mudah mengakses media itu namun ada pula yang susah. “Masyarakat akan menyesuaikan”.
Menurut M Iqbal Djajadi, apa yang terjadi di Mesir merupakan hal wajar. Saat ini berbagai macam insiden terjadi tak lepas dari peran media sosial yang sangat populer. Ia mencontohkan, pemilihan presiden di Amerika Serikat (AS) saja hasil ditentukan menggunakan media tersebut.
“Orang bisa berhubungan praktis dengan orang di seluruh utama, itu isu utamanya”. Kini, orang menjadi melek informasi dan informasi kini sangat mudah diperoleh. “Orang bisa bereaksi dan menentukan sikap dari informasi tersebut”.
Menurutnya, hal terpenting adalah, opini kini tak lagi hanya bisa dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu saja, khususnya mereka yang menguasai media massa , “Masyarakat kini mempunyai kesempatan yang sama”. [mdr]
Responses
0 Respones to "Media Sosial Jadi Alat Revolusi"
Posting Komentar