Menurut pemaparan Pengamat Sejarah Islam Apipudin, pada zaman dulu kala, penentuan Hari Raya Idul Fitri atau biasa disebut Lebaran bersifat sangat lokal. “Bahkan, di tiap kabupaten bisa berbeda Lebarannya,” ujar Apipudin saat diwawancara melalui telepon baru-baru ini.
Pada sasat itu, proses penentuan Idul Fitri menggunakan metode Rugyah Hilal. Penentuan ini dilakukan selain menunggu kemunculan hilal, mereka juga harus melihatnya. “Selain Wujudul Hilal, harus ada Rugyahtul Hilal juga,” imbuhnya.
Menurutnya, masyarakat zaman dulu masih sangat mengandalkan mata telanjang guna menentukan hilal. “Tak heran jika di tempat yang berbeda, belum tentu Lebaran dirayakan pada hari dan tanggal yang sama”.
Pada saat Islam masuk ke Indonesia di abad ke-13, kota pertama yang didatangi adalah Aceh karena kota itu berada di jalur perdagangan. Setelahnya, Islam pun mulai menyebar ke penjuru Indonesia.
Termasuk, Gresik, Cirebon, Maluku, Makasar dan kota-kota lainnya dan diteruskan ke daerah pedalaman. Pada awalnya, Islam menyebar di daerah pantai, daerah pusat perdagangan kemudian mulai masuk ke pedalaman, seperti di wilayah Jawa Barat dan daerah pedalaman lainnya, jelas Apipudin.
Apipudin menilai, saat masuk Indonesia, penentuan Lebaran tak mengalami akulturasi dari budaya lokal. Perbedaannya hanya terletak pada saat jika dulu orang shalat Ied hanya di masjid atau surau, sekarang shalat Ied bisa dilakukan di lapangan, seperti di Arab.
Dalam beberapa kali Hari Raya Idul Fitri, terjadi ketidaksamaan penentuan 1 Syawal. Pemerintah memang memberi kebebasan masyarakat menentukan hari untuk melaksanakan salat Idul Fitri dan semua umat muslim memiliki cara tersendiri menghitung hari Lebaran.
Tahun ini, menurut MUI, kemungkinan besar Lebaran jatuh pada 31 Agustus. Namun, pemerintah belum mengambil keputusan kapan bisa dilaksanakan Salat Idul Fitri. Keputusan akan diambil saat di sidang Itsbat yang akan diselenggarakan 29 Agustus 2011. [mdr]
Responses
0 Respones to "Dulu, Beda Kabupaten, Beda Lebaran"
Posting Komentar