Menteri Perindustrian MS Hidayat.
INILAH.COM, Jakarta - Pembatalan pembangunan pabrik BlackBerry di Indonesia oleh perusahaan induknya di Kanada, Research in Motion (RIM) nampaknya telah memberi ilham baru kepada Menteri Perindustrian RI, MS Hidayat.
Mantan Ketua Umum Kadin Indonesia itu langsung mengumumkan bahwa produk BlackBerry (BB) yang dijual di Indonesia akan dikenakan pajak barang mewah. Keputusan ini jelas mengejutkan, sekaligus tidak produktif.
Keputusan ini lebih didasarkan pada pemikiran subyektif dan emosional tanpa introspeksi dan restrospeksi. Soalnya, bila keputusan itu dilandasi oleh pemikiran yang matang dan strategis, caranya, tidak dadakan seperti itu.
Keputusan itu juga terkesan "emosional" dan memancing pertanyaan, mengapa hanya BB yang diperlakukan seperti itu? Bila dimaksudkan untuk "menghukum" principal BB, agar meminta maaf kepada Indonesia,sasarannya tidak akan tercapai.
Bila keputusan mengenakan pajak tambahan dimaksudkan supaya RIM pun merelokasi lagi perusahaannya ke Indonesia, jelas keliru. Sebab mustahil setelah setelah pengumuman pengenaan tambahan pajak itu, RIM lalu minta dilakukan negosiasi ulang prospek investasinya di Indonesia.
Demikian juga jika tujuannya untuk membuat produk BB yang dijual di Indonesia menjadi lebih mahal, maka yang akan terkena dampaknya para pembeli atau konsumen. Sementara produsen, tidak sama sekali. Jadi lagi-lagi keputusan itu keliru.
Menteri Hidayat mungkin berfikir, jika harga BB di Indonesia mengalami kenaikan akibat adanya Pajak Barang Mewah, maka penjualan produk itu di Indonesia otomatis akan menurun. Sehingga yang rugi adalah produsen. Inipun tidak sepenuhnya benar. Sebab yang mengeluarkan biaya tambahan justru konsumen Indonesia sendiri. Jangan lupa pembeli Indonesia termasuk konsumen yang unik.
Barang yang semakin mahal malah bisa lebih diburu ketimbang produk yang murah. Keputusan pemindahan pabrik BB ke Malaysia itu memang cukup menyakitkan bagi Indonesia. Sebab hal tersebut menunjukkan betapa lemahnya daya saing kita terhadap Malaysia.
Tetapi yang patut disalahkan justru pihak pemerintah Indonesia. Sebab pemerintah tidak cukup peka terhadap keputusan penting yang akan diambil oleh RIM. Pemerintah tidak punya business intelligent agent yang kapabel, yang bisa memberi masukan tentang rencana perusahaan raksasa seperti RIM.
Menteri Hidayat nampaknya lupa pada faktor-faktor berikut ini. Benar bahwa Indonesia sebagai negara yang dihuni oleh 240 juta penduduk, memiliki pemakai potensial BB hingga jutaan orang. Sementara Malaysia yang penduduknya sekitar 10% dari total penduduk Indonesia, pasar BB-nya hanya mencapai 400 ribu unit.
Tetapi dalam soal iklim investasi dan politik, Malaysia jauh lebih kompetitif dibanding Indonesia. Keunggulan Malaysia karena negara ini memiliki pemerintahan yang stabil, tidak ada korupsi, dan tak ada gonjang-ganjing politik. Buruh dan tenaga kerja di Malaysia, tidak doyan mogak kerja. Buruh Malaysia juga tidak anarkis seperti di Indonesia.
Dan yang tidak kalah pentingnya, kekompakan di antara sesama Menteri atau jajaran pemerintahan, sangat kuat. Di Malaysia hubungan kerja dan pribadi antara Perdana Menteri dan wakilmya cukup baik. Sementara di Indonesia, sudah menjadi rahasia umum bahwa selama satu tahun terakhir ini antara Presiden SBY dan Wapres Boediono terdapat hubungan yang disharmoni.
Ketidakharmonisan ini jelas dipantau oleh pihak asing termasuk para pemodal. Ketidakharmonisan itu dikuatirkan sebagai sesuatu yang dapat mengganggu segala aspek kehidupan di Indonesia. Selain antara Presiden dan Wakil Presiden, hal yang sama juga terjadi di kalangan Menteri.
Misalnya hubungan antara Menteri Perindustrian MS Hidayat sendiri dengan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. Bukan hal yang asing lagi bahwa keduanya sudah lama berseteru. Bahkan yang membuka 'kedok' tentang adanya perseteruan itu Menteri Hidayat sendiri.
Masih dengan Menteri Mari Pangestu, rekan Menteri Hidayat dari Golkar, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, juga punya hubungan yang tidak harmonis. Pihak asing termasuk prinsipal BB di Kanada tentunya, bukannya tidak tahu tentang kinerja pemerintahan SBY.
Kalau mau diperpanjang, masih ada sejumlah Menteri yang bermasalah. Setidaknya ada tiga Menteri yang tidak bisa bekerja maksimal yaitu Menteri Kesehatan, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri BUMN. Karena ketiga-tiganya sedang mengalami gangguan kesehatan.
Kalau mau ditambah dengan Menteri yang sedang bermasalah karena faktor korupsi, juga masih ada. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga dan terakhir Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Keduanya disebut-sebut terlibat dalam skandal korupsi. Terakhir Menteri Perumahan Rakyat dikabarkan sedang digugat cerai oleh isterinya karena kasus perselingkuhan.
Memang tidak semua "penyakit" yang ada dalam KIB II mempunyai dampak langsung terhadap bisnis RIM. Tetapi secara umum, citra Indonesia yang terbentuk dari masalah-masalah yang disebutkan di atas, telah menempatkan Indonesia sebagai sebuah negara yang tidak kompetitif untuk tujuan investasi.
Jadi sudah menjadi kewajiban seluruh anggota KIB II untuk memperbaiki kinerja buruk pemerintahan SBY. Jangan pernah berfikir, menjadi Menteri itu mudah. Bisa ongkang ongkang kaki. Tidak usah bersih-bersih sekalipun di sekitarnya banyak kotoran. Menjadi Pembantu Presiden RI itu, harus bisa seperti pembantu rumah tangga. Kalau rumahmu kotor kau harus membersihkannya. [mdr]
Mantan Ketua Umum Kadin Indonesia itu langsung mengumumkan bahwa produk BlackBerry (BB) yang dijual di Indonesia akan dikenakan pajak barang mewah. Keputusan ini jelas mengejutkan, sekaligus tidak produktif.
Keputusan ini lebih didasarkan pada pemikiran subyektif dan emosional tanpa introspeksi dan restrospeksi. Soalnya, bila keputusan itu dilandasi oleh pemikiran yang matang dan strategis, caranya, tidak dadakan seperti itu.
Keputusan itu juga terkesan "emosional" dan memancing pertanyaan, mengapa hanya BB yang diperlakukan seperti itu? Bila dimaksudkan untuk "menghukum" principal BB, agar meminta maaf kepada Indonesia,sasarannya tidak akan tercapai.
Bila keputusan mengenakan pajak tambahan dimaksudkan supaya RIM pun merelokasi lagi perusahaannya ke Indonesia, jelas keliru. Sebab mustahil setelah setelah pengumuman pengenaan tambahan pajak itu, RIM lalu minta dilakukan negosiasi ulang prospek investasinya di Indonesia.
Demikian juga jika tujuannya untuk membuat produk BB yang dijual di Indonesia menjadi lebih mahal, maka yang akan terkena dampaknya para pembeli atau konsumen. Sementara produsen, tidak sama sekali. Jadi lagi-lagi keputusan itu keliru.
Menteri Hidayat mungkin berfikir, jika harga BB di Indonesia mengalami kenaikan akibat adanya Pajak Barang Mewah, maka penjualan produk itu di Indonesia otomatis akan menurun. Sehingga yang rugi adalah produsen. Inipun tidak sepenuhnya benar. Sebab yang mengeluarkan biaya tambahan justru konsumen Indonesia sendiri. Jangan lupa pembeli Indonesia termasuk konsumen yang unik.
Barang yang semakin mahal malah bisa lebih diburu ketimbang produk yang murah. Keputusan pemindahan pabrik BB ke Malaysia itu memang cukup menyakitkan bagi Indonesia. Sebab hal tersebut menunjukkan betapa lemahnya daya saing kita terhadap Malaysia.
Tetapi yang patut disalahkan justru pihak pemerintah Indonesia. Sebab pemerintah tidak cukup peka terhadap keputusan penting yang akan diambil oleh RIM. Pemerintah tidak punya business intelligent agent yang kapabel, yang bisa memberi masukan tentang rencana perusahaan raksasa seperti RIM.
Menteri Hidayat nampaknya lupa pada faktor-faktor berikut ini. Benar bahwa Indonesia sebagai negara yang dihuni oleh 240 juta penduduk, memiliki pemakai potensial BB hingga jutaan orang. Sementara Malaysia yang penduduknya sekitar 10% dari total penduduk Indonesia, pasar BB-nya hanya mencapai 400 ribu unit.
Tetapi dalam soal iklim investasi dan politik, Malaysia jauh lebih kompetitif dibanding Indonesia. Keunggulan Malaysia karena negara ini memiliki pemerintahan yang stabil, tidak ada korupsi, dan tak ada gonjang-ganjing politik. Buruh dan tenaga kerja di Malaysia, tidak doyan mogak kerja. Buruh Malaysia juga tidak anarkis seperti di Indonesia.
Dan yang tidak kalah pentingnya, kekompakan di antara sesama Menteri atau jajaran pemerintahan, sangat kuat. Di Malaysia hubungan kerja dan pribadi antara Perdana Menteri dan wakilmya cukup baik. Sementara di Indonesia, sudah menjadi rahasia umum bahwa selama satu tahun terakhir ini antara Presiden SBY dan Wapres Boediono terdapat hubungan yang disharmoni.
Ketidakharmonisan ini jelas dipantau oleh pihak asing termasuk para pemodal. Ketidakharmonisan itu dikuatirkan sebagai sesuatu yang dapat mengganggu segala aspek kehidupan di Indonesia. Selain antara Presiden dan Wakil Presiden, hal yang sama juga terjadi di kalangan Menteri.
Misalnya hubungan antara Menteri Perindustrian MS Hidayat sendiri dengan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. Bukan hal yang asing lagi bahwa keduanya sudah lama berseteru. Bahkan yang membuka 'kedok' tentang adanya perseteruan itu Menteri Hidayat sendiri.
Masih dengan Menteri Mari Pangestu, rekan Menteri Hidayat dari Golkar, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, juga punya hubungan yang tidak harmonis. Pihak asing termasuk prinsipal BB di Kanada tentunya, bukannya tidak tahu tentang kinerja pemerintahan SBY.
Kalau mau diperpanjang, masih ada sejumlah Menteri yang bermasalah. Setidaknya ada tiga Menteri yang tidak bisa bekerja maksimal yaitu Menteri Kesehatan, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri BUMN. Karena ketiga-tiganya sedang mengalami gangguan kesehatan.
Kalau mau ditambah dengan Menteri yang sedang bermasalah karena faktor korupsi, juga masih ada. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga dan terakhir Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Keduanya disebut-sebut terlibat dalam skandal korupsi. Terakhir Menteri Perumahan Rakyat dikabarkan sedang digugat cerai oleh isterinya karena kasus perselingkuhan.
Memang tidak semua "penyakit" yang ada dalam KIB II mempunyai dampak langsung terhadap bisnis RIM. Tetapi secara umum, citra Indonesia yang terbentuk dari masalah-masalah yang disebutkan di atas, telah menempatkan Indonesia sebagai sebuah negara yang tidak kompetitif untuk tujuan investasi.
Jadi sudah menjadi kewajiban seluruh anggota KIB II untuk memperbaiki kinerja buruk pemerintahan SBY. Jangan pernah berfikir, menjadi Menteri itu mudah. Bisa ongkang ongkang kaki. Tidak usah bersih-bersih sekalipun di sekitarnya banyak kotoran. Menjadi Pembantu Presiden RI itu, harus bisa seperti pembantu rumah tangga. Kalau rumahmu kotor kau harus membersihkannya. [mdr]
Responses
0 Respones to "Kasus BlackBerry Bak 'Buruk Rupa Cermin Dibelah'"
Posting Komentar