MRT Ditunda, DKI Didenda Rp 292 Miliar
Pemprov DKI Jakarta membayar denda Rp 800 juta per hari.
Rencana pengkajian ulang pembangunan transportasi massal berbasis rel Mass Rapid Transit (MRT) yang menjurus pembatalan pelaksanaan pembangunan kereta bawah tanah ini dinilai dapat mencemarkan nama baik Indonesia, khususnya Kota Jakarta dalam iklim investasi dunia. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah pusat terancam membayar denda pinjaman Rp 800 juta per hari.
Ketua Komisi B DPRD DKI Selamat Nurdin mengatakan langkah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk mengevaluasi atau mengkaji ulang MRT bukan merupakan suatu masalah. Karena langkah itu merupakan bagian legitimasi seorang kepala daerah terhadap program pembangunan yang akan dilaksanakan diwilyahnya.
“Meminta pemaparan dari PT MRT Jakarta untuk menjelaskan transparansi anggaran, penjelasan sistem kerja dan pengawasan manajemen merupakan langkah yang sudah benar, karena mereka adalah orang baru dalam tubuh Pemprov DKI Jakarta. Jadi wajar aja mereka pengen tahu apa itu MRT dan bagaimana anggarannya,” kata Nurdin yang ditemui di DPRD DKI, Jakarta, Kamis (18/10).
Hanya saja, lanjutnya, permintaan untuk evaluasi atau kajian ulang jangan sampai membuat jadwal pembangunan MRT yang telah ditetapkan antara pihak pemerintah Jepang, Pemerintah Indonesia dan Pemprov DKI Jakarta molor, atau bahkan dibatalkan pembangunannya. Bila pembangunan MRT akhirnya molor dari jadwal yang telah ditetapkan atau batal, maka konsekuensi finansial dan moral akan ditanggung Pemprov DKI dan Pemerintah Indonesia.
Konsekuensi finansial cukup berat akan ditanggung DKI Jakarta dan Indonesia bila pembangunan MRT tertunda dan akhirnya molor dari jadwal. Karena, dalam perjanjian pinjaman (loan agreement), jika pembangunan MRT terlambat dan tidak sesuai dengan jadwal pembangunan maka akan dikenakan denda sebesar Rp 800 juta per hari. Denda tersebut akan ditanggung oleh DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat.
“Bayangkan saja kalau benar-benar dilakukan kajian ulang. Kita akan kembali seperti tahun 2004, saat kajian disain MRT dilakukan. Taruhlah kajian itu memakan satu tahun, lalu Gubernur menyetujui pembangunan MRT, artinya pembangunan sudah telat satu tahun atau 365 hari. Dengan begitu, denda yang dibayarkan DKI dan pemerintah bisa mencapai Rp292 miliar. Ini akan memberatkan APBD dan APBN, lebih baik uang denda itu digunakan untuk membangun yang lain,” paparnya.
Begitu juga jika Jokowi memutuskan untuk membatalkan pelaksanaan pembangunan MRT dengan alasan harga yang terlalu mahal. Maka konsekuensi moral dan nama baik DKI Jakarta serta Indonesia di iklim investasi internasional akan tercemar. Para Investor akan takut menanamkan modalnya di Jakarta maupun di Indonesia, karena melihat proyek MRT yang diberikan bunga sangat kecil 0,25 persen dengan jangka waktu pengembalian pinjaman yang panjang 30 tahun bisa dibatalkan seenaknya, apalagi proyek yang berbunga besar dengan jangka waktu pengembalian yang pendek.
“Jadi pembangunan MRT tidak mungkin ditunda dan dibatalkan. Karena ini menyangkut dua negara dan banyak instansi. Ini bukan proyek seperti membangun sekolah. Kalau sampai batal, taruhannya nama baik Indonesia di mata dunia. Tidak akan ada yang mau berinvestasi di Indonesia. Padahal bunganya sangat kecil sekali,” tuturnya.
Menurutnya, proyek ini sudah di disain dengan struktur yang profesional berdasarkan standar konstruksi internasional. Pihak yang bekerja melakukan studi kelayakan untuk MRT bukan orang yang bodoh, tetapi semuanya sudah diperhitungkan secara cermat dan detail. Hitungan harga yang diungkapkan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) berdasarkan harga tahun 2002. Sedangkan hitungan harga yang dilakukan PT MRT Jakarta merupakan hitungan tahun 2011, yang sudah jauh berbeda dengan tahun 2002 karena ada inflasi dan faktor ekonomi lainnya.
“Karena itu saya sarankan, Jokowi atau Ahok jangan mengutak-atik anggaran yang sudah ada, karena akan berdampak pada pembangunan dan disain yang ada. Kalau sampai itu terganggu, otomatis akan molor pembangunannya. Lebih baik Jokowi mengawasi transparansi anggarannya saja, supaya dana pinjaman tersebut digunakan secara benar dan tepat,” sarannya.
Terhadap keinginan Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) lebih memilih melanjutkan pembangunan monorel daripada MRT disayangkan oleh Direktur Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas. Menurutnya, rencana pembangunan monorel harus dikaji lagi, sebab sepanjang jalur monorel tidak terdapat lahan untuk penyediaan depo monorel. Sehingga, kereta ini tidak bisa parkir setelah beroperasi seharian.
Keberadaan depo ini, tidak hanya sekadar untuk tempat persinggahan kereta, tapi sebagai untuk melakukan perawatan untuk armada monorel ini. "Saya baru sadar bahwa di jalur monorel itu tidak lahan untuk deponya. Maka dari itu, jalur monorel ini bila tetap dioptimalkan sebagai jaringan transportasi di Jakarta, hanya dapat untuk elevated busway," terangnya.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, monorel membutuhkan biaya Rp 3,9 triliun dengan panjang jalur 14,6 km. Kemampuan pengangkutan penumpang per hari 39.600 orang per hari. Sementara pembangunan elevated busway membutuhkan biaya sebesar Rp 1,6 triliun dengan daya angkut penumpang per hari 40.000 orang per hari.
Rencana pengkajian ulang pembangunan transportasi massal berbasis rel Mass Rapid Transit (MRT) yang menjurus pembatalan pelaksanaan pembangunan kereta bawah tanah ini dinilai dapat mencemarkan nama baik Indonesia, khususnya Kota Jakarta dalam iklim investasi dunia. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah pusat terancam membayar denda pinjaman Rp 800 juta per hari.
Ketua Komisi B DPRD DKI Selamat Nurdin mengatakan langkah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk mengevaluasi atau mengkaji ulang MRT bukan merupakan suatu masalah. Karena langkah itu merupakan bagian legitimasi seorang kepala daerah terhadap program pembangunan yang akan dilaksanakan diwilyahnya.
“Meminta pemaparan dari PT MRT Jakarta untuk menjelaskan transparansi anggaran, penjelasan sistem kerja dan pengawasan manajemen merupakan langkah yang sudah benar, karena mereka adalah orang baru dalam tubuh Pemprov DKI Jakarta. Jadi wajar aja mereka pengen tahu apa itu MRT dan bagaimana anggarannya,” kata Nurdin yang ditemui di DPRD DKI, Jakarta, Kamis (18/10).
Hanya saja, lanjutnya, permintaan untuk evaluasi atau kajian ulang jangan sampai membuat jadwal pembangunan MRT yang telah ditetapkan antara pihak pemerintah Jepang, Pemerintah Indonesia dan Pemprov DKI Jakarta molor, atau bahkan dibatalkan pembangunannya. Bila pembangunan MRT akhirnya molor dari jadwal yang telah ditetapkan atau batal, maka konsekuensi finansial dan moral akan ditanggung Pemprov DKI dan Pemerintah Indonesia.
Konsekuensi finansial cukup berat akan ditanggung DKI Jakarta dan Indonesia bila pembangunan MRT tertunda dan akhirnya molor dari jadwal. Karena, dalam perjanjian pinjaman (loan agreement), jika pembangunan MRT terlambat dan tidak sesuai dengan jadwal pembangunan maka akan dikenakan denda sebesar Rp 800 juta per hari. Denda tersebut akan ditanggung oleh DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat.
“Bayangkan saja kalau benar-benar dilakukan kajian ulang. Kita akan kembali seperti tahun 2004, saat kajian disain MRT dilakukan. Taruhlah kajian itu memakan satu tahun, lalu Gubernur menyetujui pembangunan MRT, artinya pembangunan sudah telat satu tahun atau 365 hari. Dengan begitu, denda yang dibayarkan DKI dan pemerintah bisa mencapai Rp292 miliar. Ini akan memberatkan APBD dan APBN, lebih baik uang denda itu digunakan untuk membangun yang lain,” paparnya.
Begitu juga jika Jokowi memutuskan untuk membatalkan pelaksanaan pembangunan MRT dengan alasan harga yang terlalu mahal. Maka konsekuensi moral dan nama baik DKI Jakarta serta Indonesia di iklim investasi internasional akan tercemar. Para Investor akan takut menanamkan modalnya di Jakarta maupun di Indonesia, karena melihat proyek MRT yang diberikan bunga sangat kecil 0,25 persen dengan jangka waktu pengembalian pinjaman yang panjang 30 tahun bisa dibatalkan seenaknya, apalagi proyek yang berbunga besar dengan jangka waktu pengembalian yang pendek.
“Jadi pembangunan MRT tidak mungkin ditunda dan dibatalkan. Karena ini menyangkut dua negara dan banyak instansi. Ini bukan proyek seperti membangun sekolah. Kalau sampai batal, taruhannya nama baik Indonesia di mata dunia. Tidak akan ada yang mau berinvestasi di Indonesia. Padahal bunganya sangat kecil sekali,” tuturnya.
Menurutnya, proyek ini sudah di disain dengan struktur yang profesional berdasarkan standar konstruksi internasional. Pihak yang bekerja melakukan studi kelayakan untuk MRT bukan orang yang bodoh, tetapi semuanya sudah diperhitungkan secara cermat dan detail. Hitungan harga yang diungkapkan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) berdasarkan harga tahun 2002. Sedangkan hitungan harga yang dilakukan PT MRT Jakarta merupakan hitungan tahun 2011, yang sudah jauh berbeda dengan tahun 2002 karena ada inflasi dan faktor ekonomi lainnya.
“Karena itu saya sarankan, Jokowi atau Ahok jangan mengutak-atik anggaran yang sudah ada, karena akan berdampak pada pembangunan dan disain yang ada. Kalau sampai itu terganggu, otomatis akan molor pembangunannya. Lebih baik Jokowi mengawasi transparansi anggarannya saja, supaya dana pinjaman tersebut digunakan secara benar dan tepat,” sarannya.
Terhadap keinginan Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) lebih memilih melanjutkan pembangunan monorel daripada MRT disayangkan oleh Direktur Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas. Menurutnya, rencana pembangunan monorel harus dikaji lagi, sebab sepanjang jalur monorel tidak terdapat lahan untuk penyediaan depo monorel. Sehingga, kereta ini tidak bisa parkir setelah beroperasi seharian.
Keberadaan depo ini, tidak hanya sekadar untuk tempat persinggahan kereta, tapi sebagai untuk melakukan perawatan untuk armada monorel ini. "Saya baru sadar bahwa di jalur monorel itu tidak lahan untuk deponya. Maka dari itu, jalur monorel ini bila tetap dioptimalkan sebagai jaringan transportasi di Jakarta, hanya dapat untuk elevated busway," terangnya.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, monorel membutuhkan biaya Rp 3,9 triliun dengan panjang jalur 14,6 km. Kemampuan pengangkutan penumpang per hari 39.600 orang per hari. Sementara pembangunan elevated busway membutuhkan biaya sebesar Rp 1,6 triliun dengan daya angkut penumpang per hari 40.000 orang per hari.
Proyek MRT Tak Masuk Incaran Wijaya Karya
"Beberapa sudah kami incar, tapi MRT itu bukan masuk tahun ini."
PT Wijaya Karya Tbk mengungkapkan bahwa proyek Mass Rapid Transit (MRT) atau moda angkutan massal berbasis rel tidak masuk dalam incaran perseroan tahun ini.
"Beberapa yang sudah kami incar, tapi MRT itu bukan masuk tahun ini. Kami kan ikut dua paket di underground dan tiga paket di elevated," kata Sekretaris Perusahaan Wika, Natal Argawan, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis 18 Oktober 2012.
Sementara itu, Natal mengungkapkan bahwa hingga September 2012, nilai kontrak yang didapatkan perseroan mencapai Rp 11,2 triliun dari total target tahun ini Rp 16,5 triliun.
Dia memaparkan, beberapa proyek baru yang diperoleh September itu antara lain proyek pembangunan Sudirman Suite (Jakarta) senilai Rp 350 miliar, proyek Aston Priority (Jakarta) Rp 149 miliar, dan PLTMG Rawa Minyak (Riau) Rp 270 miliar.
Selain itu, ada pembangunan infrastruktur umum seperti Jembatan Merah Putih Bentang Tengah, Ambon senilai Rp 125 miliar dan Jalan Yos Sudarso Kutai, Kaltim, senilai R p150 miliar.
"Total order book sampai September 2012 sebesar Rp 27,3 triliun, termasuk proyek tahun lalu," tuturnya.(art)
"Beberapa yang sudah kami incar, tapi MRT itu bukan masuk tahun ini. Kami kan ikut dua paket di underground dan tiga paket di elevated," kata Sekretaris Perusahaan Wika, Natal Argawan, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis 18 Oktober 2012.
Sementara itu, Natal mengungkapkan bahwa hingga September 2012, nilai kontrak yang didapatkan perseroan mencapai Rp 11,2 triliun dari total target tahun ini Rp 16,5 triliun.
Dia memaparkan, beberapa proyek baru yang diperoleh September itu antara lain proyek pembangunan Sudirman Suite (Jakarta) senilai Rp 350 miliar, proyek Aston Priority (Jakarta) Rp 149 miliar, dan PLTMG Rawa Minyak (Riau) Rp 270 miliar.
Selain itu, ada pembangunan infrastruktur umum seperti Jembatan Merah Putih Bentang Tengah, Ambon senilai Rp 125 miliar dan Jalan Yos Sudarso Kutai, Kaltim, senilai R p150 miliar.
"Total order book sampai September 2012 sebesar Rp 27,3 triliun, termasuk proyek tahun lalu," tuturnya.(art)
Jokowi Tetap Ingin MRT Dilanjutkan
Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tetap menginginkan pembangunan proyek Mass Rapid Transit (MRT) dilanjutkan. Namun, dia meminta pengembang MRT, PT MRT Jakarta, untuk melakukan presentasi. "Semuanya harus dilanjutkan. Ya monorel, ya MRT," ujar Jokowi, di Balai Kota, Jakarta, Kamis, 18 Oktober 2012.
Dia telah meminta waktu agar proyek-proyek yang harus dilanjutkan di Jakarta segera dipresentasikan. Setelah memahami seluruhnya, dia akan dapat mengambil keputusan untuk proyek tersebut.
"Sekali lagi, ini hanya presentasi. Bukan kajian. Presentasi itu biar saya mengerti kalkulasinya. MasaK saya cuma "oh ya ya" begitu. Enak saja," kata dia.
Dia mengaku tidak mengetahui mengenai denda yang dikenakan apabila proyek MRT telat dibangun. Pasalnya, pemerintah daerah dan pemerintah pusat akan dikenai denda sebesar Rp 800 juta per hari jika terlambat dari waktu pelaksanaannya. "Enggak tahu, enggak tahu, enggak tahu (soal) didenda itu. Saya dipresentasikan saja belum," katanya.
Meskipun seperti itu, dia ingin pembangunan tetap sesuai dengan waktunya. Bahkan, bisa lebih cepat. "Ya, secepatnya. Setelah diagendakan, ketemu dan presentasi. Setelah itu, segera cepat diputuskan," kata dia.
Proyek MRT akan dibangun mulai dari Lebak Bulus hingga Dukuh Atas. Dalam situsnya, PT MRT menggambarkan bahwa proyek ini bernilai 144 miliar yen (Rp 17,5 triliun) untuk koridor Lebak Bulus-Dukuh Atas. Sebanyak 120 miliar yen (Rp 14,6 triliun) dari total dana tersebut didapat melalui pinjaman dari JICA (Japan International Cooperation Agency). Sisanya akan ditanggung bersama oleh anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
© Berita Satu, Vivanews, Tempo.Co
Label:
Metro,
Transportasi
Dia telah meminta waktu agar proyek-proyek yang harus dilanjutkan di Jakarta segera dipresentasikan. Setelah memahami seluruhnya, dia akan dapat mengambil keputusan untuk proyek tersebut.
"Sekali lagi, ini hanya presentasi. Bukan kajian. Presentasi itu biar saya mengerti kalkulasinya. MasaK saya cuma "oh ya ya" begitu. Enak saja," kata dia.
Dia mengaku tidak mengetahui mengenai denda yang dikenakan apabila proyek MRT telat dibangun. Pasalnya, pemerintah daerah dan pemerintah pusat akan dikenai denda sebesar Rp 800 juta per hari jika terlambat dari waktu pelaksanaannya. "Enggak tahu, enggak tahu, enggak tahu (soal) didenda itu. Saya dipresentasikan saja belum," katanya.
Meskipun seperti itu, dia ingin pembangunan tetap sesuai dengan waktunya. Bahkan, bisa lebih cepat. "Ya, secepatnya. Setelah diagendakan, ketemu dan presentasi. Setelah itu, segera cepat diputuskan," kata dia.
Proyek MRT akan dibangun mulai dari Lebak Bulus hingga Dukuh Atas. Dalam situsnya, PT MRT menggambarkan bahwa proyek ini bernilai 144 miliar yen (Rp 17,5 triliun) untuk koridor Lebak Bulus-Dukuh Atas. Sebanyak 120 miliar yen (Rp 14,6 triliun) dari total dana tersebut didapat melalui pinjaman dari JICA (Japan International Cooperation Agency). Sisanya akan ditanggung bersama oleh anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
© Berita Satu, Vivanews, Tempo.Co
Responses
0 Respones to "Nasib MRT ..."
Posting Komentar